Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Politik Internasional: Persaingan Pemilu AS Makin Ketat, Trump Harus Buat Dobrakan Jika Tak Ingin Kalah Dari Joe Biden

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Minggu, 28 Juni 2020, 11:38 WIB
Pakar Politik Internasional: Persaingan Pemilu AS Makin Ketat, Trump Harus Buat Dobrakan Jika Tak Ingin Kalah Dari Joe Biden
Dua kandidat Presiden Amerika Serikat: mantan Wakil Presiden Joe Biden dan petahana, Donald Trump/Net
rmol news logo Persaingan antara Presiden Donald Trump dengan rivalnya, Joe Biden dalam pemilu Amerika Serikat (AS) pada 3 November terus memanas dan semakin ketat setiap harinya.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Direktur LSI, Djayadi Hanan, misalnya, mengungkapkan, lemahnya kepuasan publik atas kinerja Trump bisa membuka peluang Biden untuk memenangkan pemilu.

"Saat ini saja berdasarkan hasil survei, jarak antara Joe Biden dan Trump sudah mencapai angka 5 persen," ungkap Djayadi dalam diskusi virtual     "Bedah President Election AS" yang digelar Political and Public Policy Studies (P3S) bersama PEWARNA Indonesia pada Sabtu (27/6).

Djayadi mengatakan, Trump harus memberikan langkah-langkah yang signifikan jika ingin memenangkan pemilihan. Namun, menurutnya, hal tersebut berat mengingat situasi yang terjadi saat ini.

"Kendati berapa survei, Trump kalah khususnya dalam penanganan Covid-19," ujar Direktur Eksekutif P3S tersebut.

Ia mengatakan, baik Trump maupun Biden harus memenangkan swing states (pemilih mengambang), yakni Florida, Ohio, Wisconsin, Michigan, Pennyslavania, dan Nevada.

Namun berdasarkan survei yang dilakukan oleh dua univeristas di Winsconsin dan Ohio pada Juni, Biden sudah unggul beberapa poin persentase dari Trump.

Untuk wilayah bagian selatan seperti Georgia, Texas, Louisana, Missouri, Texas tampaknya akan menjadi milik Trump. Sementara kota-kota besar seperti New York (NY) Boston (MA), Washington Seatle, San Fransisco (CA), Chicago (IL) dan lainnya bakal dimenangkan Biden.

Hal penting lainnya adalah dengan memenangkan pemilih ras kulit pulih di mana pemilihnya mendominasi sebanyak 70 persen, sedangkan hispanic 12 persen, dan kulit hitam 12 persen.

Djayadi sendiri mengatakan, seperti halnya pemilu 2016, kulit putih evangelis tentu condong pada Trump. Sementara Biden memiliki peluang untuk mendapatkan suara dari para milenial yang lahir pada 1990 hingga 2000-an.

Meski begitu, Biden harus berusaha lebih keras. Apalagi, semua janji yang Trump sampaikan saat pemilu 2016 dilakukan. Misalnya dengan membangun tembok Meksiko, mengenakan pajak khusus 20 hingga 25 persen pada produk China, sampai memindahkan pabrik Ford ke Michigan dan memberikan lapangan kerja bagi warga AS.

"Barangkali publik akan melihat prestasi Trump yakni PDB melampui Barrack Obama mencapai 4,2 persen," terang Djayadi.

Melihat pemilu 2016 lalu, kunci kemenangan Trump pada saat itu, menurut Djayadi berada di branding image dengan mengusung jargon MAGA, Make America Great Again. Namun di tengah pandemik saat ini, jargon tersebut diganti menjadi Keep America Safe.

Ditambah, ada beberapa faktor lainnya seperti Ivanca Trump yang mampu menarik kelompok gender atau pemilih perempuan, lalu terbongkarnya 36 ribu email Hillary Clinton oleh Wikileaks. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA