Para pemimpin itu bertemu di ibu kota Mauritania, Nouakchott. Pertemuan tersebut menjadi pertemuan fisik yang pertama antara sekutu Sahel sejak awal krisis Covid-19.
Dalam kesempatan itu Presiden Macron kembali mengaskan komitmennya dalam perang melawan terorisme di wilayah Sahel.
“Perancis akan melanjutkan komitmennya pada Sahel,†kata Macron, seperti dikutip dari
AFP, Rabu (1/7).
Macron mengatakan, selama enam bulan terakhir sekutu telah menunjukkan keberhasilan nyata yang meningkat dengan menetralisasikan para pemimpin jihadis yang ditakuti. Dia juga memuji peningkatan intervensi oleh pasukan Sahel.
Awal bulan ini, pasukan Prancis di Mali utara, dibantu oleh pesawat tak berawak AS, berhasil membunuh Abdelmalek Droukdel, kepala al-Qaeda di Maghreb Islam (AQIM).
Sebelumnya, Presiden Mauritius Mohamed Ould Cheikh El Ghazouani mengatakan, bahwa meskipun ada kemajuan yang cukup signifikan, namun itu belum ckup untuk menghadapi tantangan yang semakin meningkat dari para jihadis.
“Ada kemajuan signifikan, dalam perang melawan para jihadis, meskipun kemajuan itu tidak memadai dalam menghadapi tantangan yang meningkat,†katanya.
“Ekstremis brutal dalam segala bentuknya terus mengenai beberapa zona dan berkembang dengan cara yang mengkhawatirkan,†tambahnya
Pemberontakan oleh separatis Tuareg yang diambil alih oleh jihadis di Mali utara dimulai pada 2012. Meskipun ada ribuan pasukan PBB dan Prancis, konflik itu menyebar ke negara tetangga, Burkina Faso dan Niger, memicu pertikaian antara kelompok etnis dan memicu kekhawatiran bagi negara-negara di selatan.
Ribuan tentara dan warga sipil telah terbunuh, ratusan ribu orang telah meninggalkan rumah mereka dan kondisi itu telah menambah parah keadaan ekoniomi ketiga negara yang sudah termasuk di antara yang termiskin di dunia itu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: