Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Erdogan: Turki Bukan Republik Pisang! Kami Akan Menindak Siapa Saja Yang Melecehkan Negara Ini

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 02 Juli 2020, 06:41 WIB
Erdogan: Turki Bukan Republik Pisang! Kami Akan Menindak Siapa Saja Yang Melecehkan Negara Ini
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan/Net
rmol news logo Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan kembali kata-katanya untuk memperketat kontrol pemerintah terhadap media sosial. Hal itu menyusul kegeramannya atas dugaan penghinaan yang ditujukan kepada anak perempuan dan menantunya ketika pasangan ini mengumumkan kelahiran anak keempat mereka di Twitter.

Erdogan mengatakan hal tersebut di hadapan anggota partainya dalam pidato yang disiarkan televisi, Rabu (1/7). Erdogan memastikan pemerintahnya bertekad untuk memperkenalkan undang-undang yang akan memaksa perusahaan media sosial mematuhi hukum yang berlaku di Turki.

Dengan adanya persyaratan itu berarti pihak media sosial dapat dimintai pertanggungjawaban finansial dan dipaksa untuk mematuhi keputusan pengadilan Turki.

“Apakah Anda mengerti mengapa kami menentang media sosial seperti YouTube, Twitter, Netflix, dan lain-lain?” tanya Erdogan mengacu pada dugaan penghinaan anggota keluarganya.

“Sangat penting, bahwa saluran-saluran ini harus dikendalikan," ujarnya.

“Turki bukan republik pisang! Kami akan menindak orang-orang yang melecehkan badan eksekutif dan peradilan negara ini,” lanjut Erdogan, seperti dikutip dari AP, Rabu (1/7).

Menteri Dalam Negeri, Suleyman Soylu, mengatakan sejumlah pengguna media sosial ditahan karena tweet yang diduga menghina putri Erdogan dan menantunya, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan Turki. Bahkan, bayi yang baru lahir dari pasangan tersebut ikut menjadi sasaran pelecehan netizen.

Sebagian besar warga Turki mendukung keluarga presiden dan mengutuk penghinaan terhadap keluarganya, termasuk politisi oposisi.

Meskipun komentar Erdogan muncul beberapa hari setelah penghinaan yang dilaporkan di media sosial, pemerintahannya telah lama mempertimbangkan amandemen yang memungkinkannya untuk mengendalikan media sosial seperti Twitter, Facebook dan YouTube. Media sosial wajib menghapus konten yang melanggar. Jika kedapatan melanggar maka pihak medsos akan menghadapi denda berat dan akses terbatas ke platform mereka.

Sementara itu, para kritikus khawatir langkah itu ditujukan untuk membatasi kemampuan publik Turki mengakses outlet berita independen di lingkungan yang didominasi oleh media pro-pemerintah.

Legislator Partai Rakyat Republik terkemuka, Ozgur Ozel, menuduh Erdogan bertindak seperti itu karena di bawah pengaruh emosinya setelah konferensi video presiden dengan sekelompok siswa pekan lalu menerima lebih dari 300.000 'tidak suka' di YouTube, di mana acara itu disiarkan langsung.

"Alih-alih bertindak dalam kemarahan dan (membawa) langkah-langkah yang akan mengubah negara itu menjadi China, Korea Utara, atau Rusia, langkah-langkah etis harus diperkenalkan dengan partisipasi semua pihak," kritik Ozel.

Turki telah memblokir akses ke ribuan situs web. Pada Januari, pemerintah mencabut larangan yang telah diberlakukan lebih dari dua tahun kepada Wikipedia, setelah pengadilan tinggi Turki memutuskan bahwa pemblokiran itu inkonstitusional.

Pada 29 April 2017, otoritas Turki memblokir akses daring ke seluruh edisi bahasa ensiklopedia dan Wikipedia di seluruh negeri. Dalam sebuah artikel Wikipedia Turki dideskripsikan sebagai negara sponsor untuk ISIS dan Al-Qaeda. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA