Melansir
CNA, komisi pemilihan negara telah mengumumkan pemilu pada Rabu (1/7). Suu Kyi dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) akan bertarung dengan penantangnya dari Partai Solidaritas dan Pembangunan yang didukung militer.
Suu Kyi adalah peraih Nobel Perdamaian yang berhasil mendapat kemenangan besar pada jajak pendapat 2015 setelah Myanmar selama lima dekade berkuasa di militer.
Ia adalah mantan tahanan politik yang pernah dianggap sebagai ikon moral oleh pemerintah barat. Namun citranya ternodai dengan tindakan brutal mililter Myanmar yang membuat sekitar 750 ribu muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan melarikan diri ke negara tetangga, terutama Bangladesh.
Ketika muncul di pengadilan internasional di Den Haag, Suu Kyi membela tentara atas tuduhan pemerkosaan, pembakaran dan pembunuhan massal di Rakhine yang menurut kelompok hak asasi manusia sama dengan genosida.
Selama pemerintahannya, janji-janji Suu Kyi untuk meningkatkan ekonomi Myanmar gagal terwujud. Sementara para etnis minoritas mulai khawatir.
Meski begitu, wanita yang dijuluki "Mother Suu" ini tetap menjadi sosok yang sangat dicintai di Myanmar.
Rakyat Myanmar tampaknya sudah jengah dengan militer yang terus menguasai pemerintahan. Bahkan, di tengah kegagalan Suu Kyi, pengamat politik yang bermarkas di Yangon, Richard Horsey, mengatakan, pemilu tidak akan membawa perubahan dalam pemerintahan mengingat popularitas Mother Suu tersebut.
"Tetapi mereka akan mengkonsolidasikan demokrasi pemilihan lebih lanjut di negara yang berada di bawah kekuasaan otoriter selama beberapa dekade," ujarnya.
Saat ini Myanmar sendiri tampak sudah lolos dari wabah Covid-19, yang tidak akan memberatkan Suu Kyi. Saat ini, Myanmar sudah mencatatkan 300 kasus baru dengan enam kematian.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: