Aksi mogok kerja tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang menyalahgunakan dana tanggapan Covid-19. Pasalnya, para petugas medis mengaku kekurangan alat pelindung diri (APD) dan kompensasinya belum dibayarkan.
Melansir
Reuters, sebelumnya, pemerintah menjanjikan akan membayar pekerjaan mereka selama wabah.
Seorang jurubicara untuk tim tanggapan Covid-19 Sierra Leone berdalih, pemerintah sedang melakukan audit terhadap petugas kesehatan untuk memverifikasi siapa yang terlibat langsung dalam tanggapan tersebut.
Dari laporan yang dirilis Kementerian Keuangan pada 22 Mei, sejak wabah dimulai, sekitar 20 persen dari total pengeluaran dana Covid-19 Sierra Leone, atau hampir 850.000 dolar AS, digunakan untuk pengadaan 30 SUV baru dan 230 sepeda motor untuk Pusat Operasi Darurat, Kantor Keamanan Nasional, kepolisian, dan militer.
Satu-satunya peralatan medis yang tercantum dalam laporan pengadaan itu adalah delapan ventilator, yang menelan biaya sekitar 85.285 dolar AS.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan berulang kali mengatakan kekurangan dana untuk membayar pelacak kontak. Di samping para tenaga medis yang mengeluh karena kurangnya peralatan pelindung seperti sarung tangan, masker dan APD.
“Tidak ada pasien yang menunjukkan gejala seperti Covid yang akan dirawat oleh dokter mana pun sampai kita mendapatkan dukungan yang kita butuhkan,†ujar Kepala Dokter di Fourah Bay College, S.K. Jusu.
Fourah Bay College sendiri adalah sebuah sekolah yang asrama-asramanya telah diubah menjadi pusat perawatan Covid-19 terbesar di Sierra Leone.
Pada Kamis (2/7), tidak ada pasien baru yang diterima karena lima dokter mogok. Namun tidak ada pasien yang kritis.
Saat ini, Sierra Leone sudah mengonfirmasi sekitar 1.500 kasus Covid-19, di mana sebanyak 160 di antaranya adalah petugas medis.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: