Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hari Ini Sudan Selatan Berusia 9 Tahun

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 09 Juli 2020, 12:08 WIB
Hari Ini Sudan Selatan Berusia 9 Tahun
Presiden Sudan Omar Al Bashir dan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir/Net
rmol news logo Hari ini, 9 Juli, Sudan Selatan merayakan tahun kesembilan keberadaannya. Negara ini adalah pecahan dari Sudan. Tak lama setelah merdeka, Sudan Selatan, yang merupakan negara paling muda, mencatatkan kemerdekaannya di PBB pada 13 Juli 2011. Apa saja yang dihasilkan Sudan Selatan setelah selama sembilan tahun memisahkan diri?
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sudan merupakan saalah satu negara terbesar di Afrika, yang pada tahun 1956 terjadi banyak gejolak dari penduduknya di wilayah selatan dan daerah pinggiran lainnya yang mengeluh banyaknya diskriminasi dan pengabaian dari pemerintah pusat.

Selama beberapa dekade, di bawah pemerintahan diktatornya Omar Al Bashir, pemerintah Khartoum, Ibukota Sudan, tidak mampu atau tidak mau menyelesaikan masalah yang sudah berlangsung lama ini secara damai. Warga non-Arab yang mendiami wilayah-wilayah negara itu tidak diragukan lagi mengalami marginalisasi dan penindasan, tidak terkecuali di Darfur, tempat mantan pemerintah di bawah Al Bashir dituduh melakukan genosida.

Pemerintah Sudan melawan para tentara pemberontak selama Perang Saudara Sudan Pertama dari tahun 1955 sampai 1972. Tak cukup sekali, Perang Saudara Kedua bergelora dari tahun 1983 sampai 2005 atau lebih dari 20 tahun.

Setelah orang-orang di selatan memberikan suara untuk pemisahan diri dalam referendum 2011, Sudan Selatan pun resmi memiliki Ibukota Juba pusat pemerintahannya.

Sebagian besar Sudan Selatan dihuni oleh orang-orang berbahasa Nilo-Saharan, dan minoritas yang memakai berbahasa sehari-hari Niger-Kongo. Kehadiran masyarakat Nilotic yang kini mendominasi penduduk Sudan Selatan sudah ada sejak zaman prasejarah. Menurut The Journal of African History yang ditulis Peter Robertshaw, suku Nilotic makin membesar ekspansinya di Sudan Selatan sejak abad ke-14, seiring runtuhnya kerajaan Kristen Nubian dan masuknya para pedagang Arab ke Sudan tengah.

Bagi Sudan Selatan, berkembang dalam kemerdekaannya dan menjadi mandiri akan mau tidak mau melibatkan kolaborasi yang lebih dekat dengan pemerintah ibukota Khartoum. Ini termasuk menyelesaikan sengketa perbatasan yang belum terselesaikan dan menyusun sistem yang adil untuk mendistribusikan kembali pendapatan minyak. Meskipun kaya akan minyak dan gas, negara yang dikurung daratan ini bergantung pada jaringan pipa, Sudan untuk mengekspor sumber daya alamnya.

Sekarang, tidak ada lagi yang namanya kediktatoran di ibukota Khartoum. Hubungan antara kedua negara Sudan dan Sudan Selatan, memiliki kesempatan untuk menjadi lebih ramah dan produktif, dikutip dari TN, Kamis (9/7).

Transisi politik yang sedang berlangsung di Sudan dapat menguntungkan Kota Khartoum dan Kota Juba. Dua Ibukota negara yang dulunya adalah saudara satu negara. Misalnya, tahun lalu, perjalanan resmi pertama Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok ke luar negeri adalah ke Juba, di mana ia bertemu dengan Kiir. Sudan Selatan juga menjadi tuan rumah negosiasi damai antara Khartoum dan faksi-faksi bersenjata Sudan, bertindak sebagai mediator untuk membantu Sudan menapaki jalan menuju perdamaian.

Meskipun berbagi sejarah yang bermasalah, kedua negara, yang juga diikat oleh budaya dan tradisi, memiliki kekuatan untuk bekerja sama dalam mencapai perdamaian internal di kedua sisi perbatasan mereka. Adalah kepentingan semua negara di kawasan ini bahwa kedua rakyatnya mencapai kemakmuran. Sudan pun mengucapkan selamat hari kemerdekaan bagi Sudan Selatan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA