"Kami mendesak pihak-pihak untuk segera berhenti menggunakan kekerasan. Sebaliknya, harus menggunakan hubungan komunikasi langsung yang ada di antara mereka untuk menghindari eskalasi lebih lanjut. Juga agar kedua negara secara ketat mematuhi gencatan senjata," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Morgan Ortagus, dikutip dari rilis
Kementerian Luar Negeri AS, Selasa (14/7).
Pernyataan itu muncul setelah bentrokan yang terjadi di perbatasan Tavush, Armenia, menelan empat korban tewas.
Dua negara pecahan Republik Soviet itu sudah lama terkunci dalam konflik panjang tak berkesudahan. Karabakh Atas, atau Nagorno-Karabakh, wilayah perbatasan Azerbaijan-Armenia telah lama menjadi sengketa.
Sejak 12 Mei 1994, Armenia dan Azerbaijan menyepakati gencatan senjata, tetapi kerap dilanggar.
Sebagai Ketua Bersama OSCE Minsk Group, Amerika Serikat tetap berkomitmen kuat untuk membantu kedua pihak mencapai penyelesaian konflik Nagorno-Karabakh yang damai dan langgeng.
"Kami akan tetap aktif terlibat dalam upaya mencapai tujuan itu," lanjut Ortagus.
“Sebagai Ketua Bersama OSCE Minsk Group, Amerika Serikat tetap berkomitmen kuat untuk membantu pihak-pihak mencapai penyelesaian damai dan damai dari konflik Nagorno-Karabakh. Kami akan tetap aktif terlibat dalam upaya mencapai tujuan itu,†tutup Ortagus.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang dalam pernyataannya mendesak agar semua mengakhiri pertempuran dan menahan diri dari retorika provokatif.
Guterres menegaskan kembali dukungan penuhnya bagi upaya-upaya Ketua Bersama OSCE Minsk Group untuk mengatasi situasi berbahaya ini dan mencari penyelesaian damai bagi konflik Nagorno-Karabagh yang sudah lama berlangsung.
Insiden bentrokan antara pasukan Armenia dan Azerbaijan meletus di perbatasan Tavush ketika pasukan Azerbaijan tiba-tiba menyerang pasukan Armenia pada Minggu (12/7) sore.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.