Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demi Bawa Pulang Pengkritik Pemerintah, Turki Buat Perjanjian Rahasia Dengan Sejumlah Negara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 15 Juli 2020, 14:32 WIB
Demi Bawa Pulang Pengkritik Pemerintah, Turki Buat Perjanjian Rahasia Dengan Sejumlah Negara
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan/Net
rmol news logo Pemerintah Turki mempunyai cara untuk menangkap para pengkritik, meski mereka berada di luar negeri. Caranya dengan melakukan perjanjian rahasia dengan beberapa negara.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal tersebut terungkap dari surat bersama yang ditulis empat pelapor PBB, seperti dimuat Al Arabiya pada Minggu (12/7).

Surat tertanggal pada awal Mei tersebut menyebut, Turki melakukan perjanjian rahasia dengan Azerbaijan, Albania, Kamboja, dan Gabon. Mereka merupakan negara yang saat ini diperkarakan PBB atas pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu, para pelapor juga mengatakan, Turki saat ini menargetkan Afganistan, Kosovo, Kazakhstan, Lebanon, dan Pakistan karena terdapat warganya di sana yang kerap mengkritik pemerintah.

Menurut para pelapor, sudah ada 100 warga negara Turki yang diekstradisi secara paksa, bahkan sebagian besar di antaranya dipaksa dan diculik.

“Pemerintah Turki, berkoordinasi dengan negara-negara lain, dilaporkan telah secara paksa memindahkan lebih dari 100 warga negaranya ke Turki, di mana 40 orang menjadi sasaran penghilangan paksa, sebagian besar diculik dari jalanan atau dari rumah mereka di seluruh dunia, dan dalam banyak contoh bersama dengan anak-anak mereka," demikian bunyi surat tersebut.

Dijelaskan, ketika pemerintah Turki gagal melakukan ekstradisi yang berlandaskan hukum, maka operasi rahasia ilegal dilakukan. Orang-orang yang menjadi target diawasi selama 24 jam. Kemudian petugas intelijen melakukan penggerebekan dan penangkapan sewenang-wenang.

Setelah ditangkap, target dibawa ke kendaraan dengan paksa, setelah itu selama beberapa pekan mereka hilang hingga akhirnya dideportasi.

"Selama periode itu mereka sering mengalami pemaksaan, penyiksaan, dan perlakuan lain yang bertujuan mendapatkan persetujuan mereka untuk pulang secara sukarela dan mengaku akan menginformasikan penuntutan pidana saat tiba di Turki," lanjut surat tersebut.

Adapun beberapa ancaman lainnya termasuk mengurangi makanan dan tidur, menggunakan papan air, kejutan listrik dan pemukul.

"Ini ditambah dengan ancaman terhadap nyawa, keamanan dan integritas pribadi anggota keluarga dan kerabat," tambah para pelapor.

Selama ini, pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan memang dikenal keras terhadap para pengkritik, khususnya mereka yang diduga berafiliasi dengan gerakan keagamaan yang dipimpin oleh ulama besar Turki yang tinggal di Amerika Serikat (AS), Fethullah Gulen.

Pekan lalu, sebuah surat perintah muncul menargetkan penangkapan lebih dari 400 orang, termasuk dokter, guru, hingga tentara.

Sejak 2016, Erdogan telah mengklasifikasikan gerakan Gulen, Hizmet, sebagai organisasi teroris. Sementara itu, Gulen bersama pendukungnya dituding berusaha melancarkan kudeta yang gagal pada pertengah 2016.

Menanggapi laporan tersebut, pada Juni, pemerintah Turki menyebut klaim tersebut tidak berdasar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA