Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Basmi Islam Radikal, Prancis Akan Perkenalkan UU Baru

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 16 Juli 2020, 12:03 WIB
Basmi Islam Radikal, Prancis Akan Perkenalkan UU Baru
PM Prancis Jean Castex/Net
rmol news logo Prancis akan memperkenalkan undang-undang baru untuk memerangi separatisme setelah liburan musim panas mendatang. Undang-undang itu bertujuan untuk menghindari kelompok-kelompok tertentu yang sangat tertutup di sekitar identitas etnis atau agama yang telah mengguncang Prancis dengan terorisme, teori konspirasi, separatis, dan komunitarian.

Perdana Menteri Prancis yang baru saja diangkat, Jean Castex, mengatakan kepada Majelis Nasional pada Rabu (15/7) bahwa ia berjanji akan menegakkan sekulerisme di Prancis. Ia berjanji memprioritaskan untuk melawan apa yang ia sebut sebagai Islam radikal dalam segala bentuk.

"Prancis sedang terguncang hingga fondasinya oleh musuh-musuhnya lewat terorisme, teori konspirasi, separatis, dan komunitarian. Prancis akan bertindak keras terhadap demonstran dan kejahatan yang akan menimbulkan kekerasan," ujar Castex, dikutip dari Aljazeerah.

Dikatakannya bahwa kepolisian akan mendapatkan sumber daya untuk mengatasi tersebut.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga memiliki ide yang sama. Baru-baru ini, Macron memperingatkan bahwa gerakan anti-rasis diambil alih oleh separatis, setelah demonstrasi menentang kekerasan polisi dan rasisme di Paris.

Hakim lokal akan ditunjuk untuk memastikan setiap perilaku anti-sosial akan dihukum segera. Namun, beberapa anggota minoritas Muslim Perancis merasa bahwa sekulerisme negara itu diarahkan kepada mereka.

Kepala Komite Keadilan dan Kebebasan Untuk Semua Prancis, Yasser Louati, mengklaim, penggunaan istilah separatisme oleh Castex seperti menargetkan Muslim.

"Penggunaan istilah 'separatisme' baru-baru ini oleh Emmanuel Macron menandai peningkatan baru dalam Islamofobia yang disponsori negara. Sama seperti yang dilakukan Prancis dengan Yahudi di masa lalu," kata Louati.

Kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia sebelumnya mengutuk Prancis karena melakukan penggerebekan diskriminatif dan penahanan rumah terhadap Muslim setelah negara itu mengumumkan keadaan darurat pada November 2015. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA