Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebut, terjadi penambahan kebutuhan untuk membantu respons penanganan pandemik di negara miskin dan rentan. Untuk itu, OCHA mengaku memerlukan dana setidaknya 10 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 147 triliun (Rp 14.700/dolar AS).
Melalui pernyataan tertulis pada Kamis (16/7) yang dikutip
Sputnik, OCHA mengaku telah memberikan proposal pengajuan dana pada negara-negara G20, termasuk Indonesia di dalamnya.
“Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Mark Lowcock, telah meminta negara-negara G20 untuk bertindak sekarang atau menghadapi serangkaian tragedi manusia yang lebih brutal dan destruktif daripada dampak kesehatan langsung dari virus tersebut," tulis OCHA.
"Ia merilis permohonan 10,3 miliar dolar AS untuk melawan virus corona di negara-negara berpenghasilan rendah dan rapuh," sambung badan tersebut.
Pada awalnya, sekitar Maret, respons penanganan wabah di negara-negara miskin dan rentan membutuhkan dana sekitar 2 miliar doar AS. Namun pada Mei, memburuknya situasi membuat permintaan dana bertambah menjadi 6,7 miliar dolar AS.
Adapun permintaan dana kemanusiaan pada Juli yang senilai 10,3 miliar dolar AS tersebut mencakup 300 juta dolar AS untuk meningkatkan respons lokal oleh organisasi non-pemerintah (LSM). Kemudian sebanyak 500 juta dolar AS untuk mendukung pencegahan kelaparan dan kekerasan gender di 63 negara yang rentan selama pandemik Covid-19.
Dalam pernyataannya, OCHA memperingatkan, tanpa tindakan segera, pandemik dan resesi ekonomi akan mendorong 265 juta orang di ambang kelaparan pada akhir tahun ini. Ini akan menjadi peningkatan pertama dalam kemiskinan global sejak 1990.
Selain itu, berdasarkan data, sebanyak 6.000 anak meninggal dunia setiap harinya karena pedemik Covid-19 dan dampaknya.
"Pandemik dan resesi global terkait akan menimbulkan kekacauan di negara-negara rapuh dan berpenghasilan rendah," kata Lowcock.
"Ini adalah masalah yang dapat diperbaiki dengan uang dari negara-negara kaya dan pemikiran segar dari pemegang saham lembaga keuangan internasional dan pendukung lembaga-lembaga PBB," sambungnya.
BERITA TERKAIT: