Laporan itu menguraikan soal dugaan kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan pasukan keamanan Ethiopia di luar proses pengadilan dan penahanan massal.
Disebutkan dalam laporan itu bahwa pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 25 orang pada 2019 di zona Guji Timur dan Guji Barat di wilayah Oromia yang tengah bergolak. Saat itu, Oromia memanas di tengah kecurigaan dukungan kelompok pemberontak, Tentara Pembebasan Oromo, dan oposisi yang pernah diasingkan. Setidaknya 10.000 orang yang dicurigai ditahan antara Januari dan September, dengan sebagian besar aksi kekerasan seperti pemukulan yang dilakukan dengan brutal.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke kantor berita ENA, Kantor Kejaksaan Agung mengatakan telah membentuk komite yang terdiri dari biro jaksa wilayah Amhara dan Oromia, polisi, universitas dan organisasi masyarakat sipil (CSO), untuk menyelidiki kredibilitas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam rilis yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL.ID, Jaksa Agung menyampaikan upaya yang dilakukan untuk mengadakan konsultasi dengan pimpinan senior Amnesty International tentang laporan itu tidak berhasil, karena tanggapan Amnesty International yang tidak memadai.
Penyelidikan yang dilakukan oleh komite telah mengungkapkan, bahwa laporan yang menyatukan semua tindakan yang diambil oleh pemerintah adalah untuk memastikan supremasi hukum. Hal itu karena pelanggaran hak asasi manusia bersifat parsial dan bias.
Ia mencatat bahwa laporan itu tidak mempertimbangkan realitas objektif negara itu dan mengandung kelemahan mendasar lainnya.
Meski demikian, Jaksa Agung menyatakan bahwa sebagian dugaan pelanggaran mungkin saja benar. "Dan sebagian besar kasus sedang diselidiki oleh pemerintah untuk mengidentifikasi siapa saja yang harus bertanggung jawab sebelum menerbitkan laporan amnesti ini," katanya.
Tidak seperti laporan organisasi sebelumnya, Jaksa Agung menyoroti laporan tersebut tidak memenuhi kriteria dan pedoman penyusunan, di samping kurang netral.
Laporan itu juga memberikan kesimpulan yang salah dengan mengutip keterangan dari saksi yang diragukan kebenarannya tentang konflik yang sangat kompleks dan masalah keamanan yang terjadi di Ethiopia.
Sejak Perdana Menteri Abiy Ahmed berkuasa pada 2018, pasukan keamanan Ethiopia terus melakukan pelanggaran HAM berat, termasuk eksekusi di luar hukum dan penyiksaan.
Amnesty International mendokumentasikan penahanan sewenang-wenang terhadap ribuan orang dan pengusiran paksa puluhan keluarga dari rumah mereka, beberapa di antaranya dibakar, selama operasi keamanan sebagai tanggapan terhadap serangan oleh kelompok-kelompok bersenjata dan kekerasan antar masyarakat. di beberapa bagian wilayah Amhara dan Oromia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.