Menteri Komunikasi dan Multimedia Saifuddin Abdullah pada Kamis (23/7) mengatakan, dalam perluasan undang-undang mengenai produksi video, setiap pengguna media sosial harus memiliki lisensi sebelum mempublikasikan videonya.
Namun, sehari setelahnya, Jumat (24/7), ia mengatakan, kabinet telah memutuskan untuk menentang penindaklanjutan aturan tersebut.
"Pengguna media sosial bebas untuk menggunakan platform yang ada, seperti TikTok, YouTube, dan sejenisnya, termasuk memproduksi dan mengunggah video seperti biasa tanpa perlu mengajukan izin pada FINAS," ujar Saifuddin, merujuk pada National Film Development Corporation (FINAS).
Melansir
Reuters, penghentian gagasan baru tersebut dilakukan setelah pihak oposisi menyebutnya sebagai hal yang tidak masuk akal dan memundurkan upaya kebebasan berpendapat.
Banyak pihak berpendapat, langkah tersebut digunakan oleh pemerintahan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk membungkam perbedaan pendapat dan kritik dalam pemerintahnnya yang baru berusia empat bulan.
Lantaran, gagasan tersebut muncul setelah adanya kasus terkait video yang diunggah sebuah media,
Al Jazeera, yang menunjukkan penangkapan migran tidak berdokumen di Malaysia.
"Pemerintah Malaysia menekankan posisinya untuk mendukung prinsip-prinsip kebebasan media dan kebebasan individu di media sosial," tekan Saifuddin.
Menurut laporan Digital 2020 yang dirilis We Are Social and Hootsuite, lebih dari 80 persen dari 32 juta penduduk Malaysia adalah pengguna media sosial yang aktif.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: