Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Australia Ikut AS Tolak Klaimnya Di LCS, China: Tidak Punya Pendirian

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 27 Juli 2020, 12:53 WIB
Australia Ikut AS Tolak Klaimnya Di LCS, China: Tidak Punya Pendirian
Seorang tentara China di Laut China Selatan/Net
rmol news logo China semakin geram dengan tindakan Australia yang terus mengikuti Amerika Serikat (AS). Salah satunya ketika Canberra mendeklarasikan penolakannya atas klaim Beijing di Laut China Selatan (LCS).

Sebagai tanggapan, surat kabar pemerintah China, The Global Times, pada Senin (27/7) memuat serangkaian pernyataan balasan terkait deklarasi Australia.

Dalam artikel yang ditulis oleh Profedor Zhou Fangyin dari Lembaga Penelitian Guangdong, China menuding Australia telah melakukan provokasi dan sengaja membabi buta mengikuti AS.

Sebagai balasan, Beijing akan menjamin sanksi atas ekspor daging sapi dan anggur pada Australia.

"Hubungan antara China dan Australia sekarang telah memburuk ke titik yang snagat buruk dan peluang untuk memutar balikkannya tipis dalam waktu dekat," tulis Zhou yang dikutip New Zealand Herald.  

"Salah satu alasan utama adalah bahwa kebijakan Australia tidak memiliki independensi dan pilihannya saat ini adalah mengikuti kepemimpinan AS. Jika Australia lebih lanjut memprovokasi China, Australia akan menghadapi tidak hanya pada hubungan politik, tetapi juga hubungan ekonomi," sambungnya.

Menurut Zhou, Australia tidak seberpendirian mitra-mitranya di aliansi Five Eyes. Alih-alih secara agresif mengikuti AS untuk melawan China.

"Jika masih bersikeras melanjutkan jalan saat ini, kemungkinan bahwa China akan mengambil tindakan balasan yang kuat tidak dapat dikesampingkan. Sebagai contoh, China dapat menargetkan produk pertanian pengganti seperti daging sapi dan anggur," ungkapnya.

Buruknya hubungan diplomatik antara Australia dan China terjadi dengan dorongan seruan Canberra untuk mengadakan penyelidikan internasional terhadap wabah Covid-19 di Wuhan yang membuat Beijing marah.

Insiden tersebut memicu perang kata di antara keduanya hingga lima kapal perang Australia dilaporkan dikonfrontasi oleh angkatan laut China di dekat Kepulauan Spratly, Laut China Selatan.

Hal tersebut membuat Australia mengajukan deklarasi di PBB untuk menolak klaim maritim China yang tidak sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Direktur Pusat Studi Amerika Serikat Universitas Sydney, Ashley Townshend mengurai, di tengah pandemik Covid-19, China telah mengambil keuntungan dengan menjalankan agenda Belt and Road Initiatives (BRI).

Buktinya, selama pandemik, China semakin agresif di Laut China Selatan dan Selat Taiwan. Beijing juga mencaplok sistem hukum Hong Kong.

"Sementara Amerika Serikat sebagian besar terganggu selama Covid-19 dengan masalah domestiknya sendiri, China telah mengambil keuntungan dari situasi regional yang tidak pasti untuk memajukan kepentingan geopolitiknya yang luas di titik-titik nyala penting di seluruh Indo-Pasifik," jelas Townshend.

Untuk itu, Townshend mengatakan, AS dan Australia harus membuat kerangka kerja kebijakan pada waktu yang mendesak seperti saat ini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA