Dalam sebuah wawancara bersama France24 Law keputusannya meninggalkan Hong Kong dan memilih tinggal di Inggris tak lain untuk melanjutkan pekerjaan advokasi internasionalnya.
Aktivis pro-demokrasi terkemuka itu mengatakan hukum keamanan nasional yang baru-baru ini yang diberlakukan oleh Beijing di Hong Kong adalah akhir dari "satu negara, dua sistem", seperti dikutip dari
France24, Selasa (28/7).
Sementara dia mengakui bahwa para aktivis yang berhadapan dengan Beijing layaknya kisah "David versus Goliath", dia mengemukakan harapan bahwa pihaknya akan menang dengan bantuan dari negara-negara lain.
Law mengatakan pekan lalu dia telah mengadakan pertemuan yang "sangat konstruktif" dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan termotivasi menyaksikan beberapa negara, seperti Inggris dan Selandia Baru yang menangguhkan perjanjian ekstradisi mereka dengan Hong Kong.
Di kesempatan yang sama Law menepis tudingan China yang mengatakan bahwa dia adalah boneka AS dan menganggap hal itu sebagai bagian dari kampanye panjang Beijing untuk menyerangnya. Law juga menyerukan sanksi terhadap pejabat China yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang barat dan di Hong Kong.
Law percaya, Demokrat maupun Republik sama-sama satu suara soal demokrasi di Hong Kong, begitu juga dengan presiden AS selanjutnya, siapa pun dia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: