Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dubes Iqbal Terkejut, Isu Aya Sofya Lebih Booming Di Indonesia Daripada Turki

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 29 Juli 2020, 14:11 WIB
Dubes Iqbal Terkejut, Isu Aya Sofya Lebih <i>Booming</i> Di Indonesia Daripada Turki
Dutabesar RI untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal/RMOL
rmol news logo Konversi situs Aya Sofya di Turki dari museum kembali menjadi masjid menjadi perhatian dunia, tak terkecuali Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama muslim.

Namun, Dutabesar RI untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal mengaku tidak menyangka perhatian publik di Indonesia terhadap Aya Sofya akan sangat besar. Bahkan melebihi publik di Turki itu sendiri.

"Saya cukup surprise karena isu Aya Sofya ini jauh lebih booming di Indonesia daripada di Turki. As usual lah ya," ujarnya salam webinar bertajuk "Alih Status Hagia Sophia dan Implikasinya terhadap Politik Internasional" pada Rabu (29/7).

Iqbal menjelaskan, perubahan kembali Aya Sofya menjadi masjid dapat dipahami dalam tiga dimensi, yaitu sejarah, agama, dan kedaulatan.

Dalam perspektif sejarah, ia menjelaskan, jauh sebelum Kekaisaran Ottoman berdiri, wilayah Anatolia dikuasai oleh berbagai kekuatan. Mulai dari Bizantium dari Eropa hingga Mongol dari Asia.

Namun, bangsa Turk (saat ini Turki) sendiri tidak pernah berkuasa di wilayahnya. Alih-alih, mereka membentuk suku-suku kecil. Termasuk suku yang menjadi akar Kekaisaran Ottoman.

"Ottoman adalah the first indigenous power di wilayah tersebut. Jadi Ottoman adalah dinasti imperium pertama yang menguasai Anatolia dan berasal dari wilayah itu," paparnya.

Dari fakta tersebut, bangsa Turki akan selalu merujuk sejarah mereka pada Kekaisaran Ottoman dan bukan Bizantium atau imperium lainnya.

"Kenapa? Karena yang lain itu dianggap sebagai pendatang yang menaklukkan, mencaplok wilayah Anatolia," sambungnya.

"Sehingga tidak mungkin musem tersebut (Aya Sofya) dijadikan gereja kembali," imbuh Iqbal.

Selain itu, sejarah tersebut juga diperkuat dengan catatan agama. Di mana di dalam Al Quran sudah difirmankan bahwa Bizantium akan ditaklukkan oleh muslim.

Hal itu lah, kata Iqbal, yang membuat Sultan Muhammad Al Fatih atau Mehmed II yang baru berusia 21 tahun menaklukkan Konstantinopel.

Selanjutnya, Iqbal juga mengatakan, perubahan Aya Sofya dari masjid menjadi museum pada 1934 dipengaruhi oleh kondisi Turki yang lemah.

Lantaran pada saat itu, Kekaisaran Ottoman runtuh, wilayahnya tercabik-cabik. Walaupun Turki bisa menyatakan kemerdekaan pada 1923, namun tidak memiliki kebebasan yang sepenuhnya.

Sehingga Mustafa Kemal Ataturk akhirnya mengubah Aya Sofya menjadi museum yang tidak menunjukkan kepentingan Turki di dalamnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA