Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Polisi Malaysia Gerebek Kantor Al Jazeera Dan Sita Komputer, Ada Apa?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 04 Agustus 2020, 23:04 WIB
Polisi Malaysia Gerebek Kantor Al Jazeera Dan Sita Komputer, Ada Apa?
Kantor Al Jazeera di Kuala Lumpur digerebek oleh polisi Malaysia/Al Jazeera
rmol news logo Kebebasan pers di Malaysia menjadi tanda tanya setelah polisi Malaysia menggerebek kantor jaringan berita internasional Al Jazeera di Kuala Lumpur pada Selasa (4/8).

Bukan hanya itu, mereka juga menyita dua buah komputer dari kantor tersebut.

Dikabarkan Al Jazeera, penggerebekan dilakukan setelah pihak berwenang Malaysia mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki Al Jazeera atas tuduhan penghasutan, pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia negara tersebut.

Penyelidikan itu terkait dengan program 101 Timur yang disiarkan pada 3 Juli lalu. Dalam program tersebut, Al Jazeera menyoroti soal perlakuan pemerintah Malaysia terhadap pekerja migran tidak berdokumen selama pandemi virus corona atau Covid-19.

Sejumlah pejabat Malaysia mengkritik video investigasi 101 East yang berjudul "Locked Up In Malaysia's Lockdown" itu dan menilainya sebagai laporan yang tidak akurat, menyesatkan dan tidak adil.

Menteri Komunikasi Malaysia Saifuddin Abdulla bahkan mengatakan bahwa Al Jazeera tidak meminta izin untuk merekam liputan tersebut.

Pihak Al Jazeera membantah keras tuduhan itu, dengan mengatakan bahwa 101 East adalah acara mingguan terkini yang tidak termasuk dalam kategori film yang membutuhkan lisensi.

Terkait dengan peliputan tersebut, pada bulan lalu, polisi Malaysia juga sempat menginterogasi tujuh wartawan Al Jazeera.

Bukan hanya itu, pihak Al Jazeera juga mengatakan bahwa stafnya dan orang-orang yang diwawancarai dalam video tersebut telah menghadapi pelecehan, ancaman kematian dan pengungkapan rincian pribadi mereka di media sosial.

Bahkan, seorang lelaki asal Bangladesh yang diwawancarai untuk video itu, yakni Mohamad Rayhan Kabir, ditangkap pada 24 Juli lalu. Pihak berwenang Malaysia mengatakan, dia akan dideportasi dan masuk daftar hitam untuk memasuki Malaysia selamanya.

Menanggapi tindakan keras kepolisian Malaysia, Direktur pelaksana Al Jazeera English, Giles Trendle mengatakan bahwa pihaknya sangat prihatin dan mengecam penggerebekan tersebut.

Dia juga meminta pemerintah Malaysia untuk segera menghentikan penyelidikan kriminalnya terhadap para wartawan Al Jazeera.

"Melakukan penggerebekan di kantor kami dan menyita komputer adalah eskalasi yang meresahkan dalam tindakan keras pihak berwenang terhadap kebebasan media dan menunjukkan sejauh mana mereka siap untuk mencoba mengintimidasi wartawan," kata Trendle dalam sebuah pernyataan.

"Al Jazeera mendukung wartawan kita dan kita mendukung pelaporan kita. Staf kita melakukan pekerjaan mereka dan mereka tidak punya jawaban untuk atau meminta maaf. Jurnalisme bukan kejahatan," tegasnya.

Tindakan keras Malaysia juga mengundang reaksi dari Amnesty International Malaysia. Mereka menyatakan keprihatinannya atas serangan itu.

"Tindakan keras pemerintah terhadap para migran dan pengungsi, serta mereka yang berbicara dalam pembelaan mereka, jelas dimaksudkan untuk membungkam dan mengintimidasi dan harus dikutuk," kata organisasi itu dalam sebuah unggahan di Twitter. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA