Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Puluhan Ribu Orang Tandatangani Petisi Serukan Lebanon Kembali Di Bawah Mandat Prancis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 08 Agustus 2020, 09:30 WIB
Puluhan Ribu Orang Tandatangani Petisi Serukan Lebanon Kembali Di Bawah Mandat Prancis
Presiden Aoun menyambut Presiden Macron di Bandara Beirut, Kamis (6/8). Macron menjadi pemimpin dunia pertama yang mengunjungi Beirut pasca ledakan/Net
rmol news logo Sebuah petisi muncul sebagai reaksi atas ketidakmampuan pemerintah Lebanon dalam menghadapai berbagai krisis politik dan ekonomi negara itu.

Petisi yang sudah ditandatangani oleh hampir 60.000 ribu orang itu menyerukan agar negara mereka ditempatkan di bawah mandat Prancis selama 10 tahun ke depan. Langkah tersebut menyusul ledakan besar yang mengguncang ibu kota Beirut pada hari Selasa lalu.

Petisi tersebut menyerukan pengenaan mandat Prancis karena krisis politik dan ekonomi saat ini dituding dilakukan oleh elit penguasa.

"Pejabat Lebanon jelas menunjukkan ketidakmampuan total untuk mengamankan dan mengelola negara," kata petisi tersebut, seperti dikutip dari Memo, Jumat (7/8).

"Dengan sistem yang gagal, korupsi, terorisme dan milisi, negara baru saja menghembuskan nafas terakhir. Kami percaya Lebanon harus kembali di bawah mandat Prancis untuk membangun pemerintahan yang bersih dan tahan lama."

Petisi populer itu dimulai setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Beirut pada Kamis (6/8)lalu dan berjalan di sepanjang jalan paling rusak di dekat lokasi ledakan. Saat itu ia ditemani oleh Presiden Lebanon, Michel Aoun.

Ratusan orang berkumpul untuk menyambut kedatangan presiden Prancis, mengecam pemerintah dan memohon kepada Macron agar mengirim bantuan langsung ke LSM seperti Palang Merah Lebanon daripada melalui politisi, yang mereka yakini korup.

Lebanon menderita krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negara itu, keadaan itu semakin diperburuk oleh pandemik virus corona.

Bagi banyak orang, ledakan hari Selasa adalah pukulan terakhir bagi negara itu. Ketika 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan secara tidak aman di pelabuhan Beirut selama enam tahun meledak dan menghancurkan kota yang membuat ratusan orang kehilangan nyawa dan ribuan lainnya mengalami luka-luka.

Laporan AP mengatakan, amonium nitrat itu tiba di Beirut pada 2013 di atas kapal kargo berbendera Moldavan yang berhenti tak terjadwal karena masalah teknis. Kepala bea cukai pelabuhan kemudian memohon kepada hakim untuk mengekspor kembali atau menjual bahan peledak itu, tetapi permohonan tersebut tidak didengar.

Sejauh yang diketahui banyak orang Lebanon, rantai kesalahan administratif yang menyebabkan bahan yang mudah menguap disimpan secara tidak benar dalam jarak 100 meter dari bangunan tempat tinggal adalah simbol dari kegagalan pemerintah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA