Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketika Rusia Berusaha Melemahkan Joe Biden, China-Iran Berupaya 'Gulingkan' Donald Trump

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 09 Agustus 2020, 06:19 WIB
Ketika Rusia Berusaha Melemahkan Joe Biden, China-Iran Berupaya 'Gulingkan' Donald Trump
Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Joe Biden dan petahana, Presiden Donald Trump dari Partai Republik/Net
rmol news logo Sebuah laporan intelijen mengungkap ada tiga kekuatan asing yang berusaha untuk ikut campur dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 3 November nanti. Ketiganya adalah "musuh" AS, yaitu China, Rusia, dan Iran.

Direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional AS, William Evanina mengungkap, ketiganya memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan siapa yang akan berkuasa di Gedung Putih.

"Kami prihatin melihat aktivitas yang sedang berlangsung dari China, Rusia, dan Iran," ujar Evanina pada Jumat (7/8), melansir CNBC.

Ia memperingatkan, saat ini banyak kekuatan asing sedang memberikan intervensi untuk mengubah preferensi dan perspektif dari pemilih AS. Untuk itu, menurutnya, para pemilih harus lebih berhati-hati.

"Kita semua bersama-sama sebagai orang Amerika. Pemilihan kita harus menjadi milik kita sendiri. Upaya asing untuk mempengaruhi atau mengganggu pemilihan kita adalah ancaman langsung bagi demokrasi," paparnya.

Evanina menguak, Rusia berusaha untuk "kembali" ikut campur dalam pemilihan, seperti yang pernah dilakukannya pada 2016. Rusia ingin melemahkan pencalonan mantan Wakil Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat agar petahana, Presiden Donald Trump, bisa kembali memenangkan pemilihan.

Salah satu langkah yang telah dilakukan Rusia adalah dengan mengirim seorang anggota parlemen Ukraina pro-Rusia, Andriy Derkach, untuk melakukan kontak dengan pengacara pribadi presiden Trump, Rudolph W. Giuliani pada Desember.

The Washington Times melaporkan, pertemuan tersebut ditujukan untuk mendapatkan berbagai informasi keburukan Biden, terutama terkait isu korupsi yang dilakukannya di Ukraina.

"Anggota parlemen Derkach menyebarkan klaim tentang korupsi, termasuk melalui panggilan telepon yang bocor untuk melemahkan Biden dan Demokrat," ungkapnya.

Upaya Rusia untuk menjatuhkan Biden sebenarnya dapat dilihat secara jelas. Sejak Biden menjabat wakil presiden pada era Barack Obama, Rusia kerap mengkritiknya karena ia mendukung oposisi Kremlin yang anti-Putin.

"Kami menilai Rusia menggunakan berbagai tindakan untuk merendahkan mantan wakil presiden Biden dan melihatnya sebagai 'kemapanan' anti-Rusia," ungkapnya.

Ketika ditanya mengenai laporan intelijen tersebut, Trump tidak secara langsung membantah keinginan Rusia agar dirinya menang.

"Orang terakhir yang ingin dilihat Rusia di kantor adalah Donald Trump, karena tidak ada yang lebih tangguh daripada yang pernah saya lakukan," ucap Presiden AS ke-45 tersebut dalam konferensi pers.

Di sisi lain, laporan intelijen tersebut menyebut, China dan Iran memiliki posisi berlawanan dengan Rusia. Keduanya tidak ingin Trump memenangkan pemilihan kembali.

"Jika Joe Biden adalah presiden kami (AS), China akan mendapatkan negara kami (AS)," ucap Evanina menggambarkan betapa inginnya negeri Tirai Bambu tersebut "menggulingkan" Trump.

"China telah memperluas upaya pengaruhnya menjelang November 2020 untuk membentuk lingkungan kebijakan di AS, menekan tokoh politik yang dipandangnya bertentangan dengan kepentingan China, dan menangkis serta melawan kritik terhadap China," jelasnya.

Selain itu, Evanina mengungkap, Iran juga saat ini berusaha untuk merusak demokrasi dan berupaya memecah belah AS sebelum pemilihan. Fokus Iran adalah pada operasi pengaruh online, termasuk kampanye disinformasi media sosial dan menyebarkan konten anti-Amerika.

“Motivasi Teheran untuk melakukan kegiatan semacam itu, sebagian didorong oleh persepsi bahwa terpilihnya kembali Presiden Trump akan mengakibatkan berlanjutnya tekanan AS terhadap Iran dalam upaya untuk mendorong perubahan rezim,” kata Evanina.

Menanggapi laporan intelijen tersebut, jurubicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Ullyot menegaskan pihaknya tidak akan mentolerir adanya campur tangan asing dalam pemilihan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA