Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kim Il Sung, Cahaya Harapan Pembebasan Korea

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 16 Agustus 2020, 07:44 WIB
Kim Il Sung, Cahaya Harapan Pembebasan Korea
Presiden Abadi RRDK, Kim Il Sung/Net
rmol news logo Presiden Abadi Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK), Kim Il Sung merupakan penyelamat bangsa. Lelaki yang lahir pada 1912 tersebut telah membebaskan negaranya dari pendudukan militer Jepang. Bahkan hingga akhir hayatnya pada 1994, Kim Il Sung telah mengabdikan diri kepada negara.

Agutus merupakan bulan bersejarah bagi Korea. Itu adalah bulan di mana Jepang menyerahkan diri dan perjuangan bangsa Korea tergantikan dengan kemerdekaan.

Menyebrangi Sungai Amnok

Awal Februari 1925, seorang anak lelaki berdiri di sebuah kapal feri di Sungai Amnok sepanjang 800 km yang mengalir di sepanjang perbatasan Korea-China. Dia adalah Kim Il Sung.

Saat mengetahui ayahnya, yang berjuang untuk kemerdekaan negara, telah ditangkap oleh polisi Jepang, Kim Il Sung melakukan perjalanan 400 km dari rumah asalnya di Mangyongdae ke Phophyong, sebuah desa perbatasan Korea.

Dalam setiap langkahnya, ia semakin benci terhadap imperialis Jepang yang telah merampas tanah air orang Korea dan mengejar ayahnya sampai ke timur laut China.

Semakin ia memikirannya, Kim Il Sung bertekad tidak akan pernah kembali ke negaranya sebelum dibebaskan. Karier revolusionernya pun dimulai.

Tidak butuh waktu lama, pada Oktober 1926, Kim Il Sung membentuk organisasi revolusioner pertama, Down-with-Imperialism Union.

Kemudian pada Desember 1931, ia mengedepankan garis peluncurkan perjuangan bersenjata melawan imperialisme Jepang. Setahun kemudian, ia mendirikan Tentara Gerilya Rakyat Anti-Jepang (sekarang Tentara Revolusi Rakyat Korea).

Tanpa bantuan, tentara tersebut menyerang pasukan militer dan polisi Jepang dengan teror selama lebih dari 10 tahun.

Cahaya Harapan

Pada masa itu, penindasan dan penjarahan Jepang terhadap rakyat Korea semakin intensif. Pengerukan sumber daya dilakukan oleh Jepang.

Pada saat yang sama, Jepang melarang orang Korea untuk menggunakan bahasa mereka, baik tertulis maupun lisan. Nama orang Korea juga harus diubah menjadi gaya Jepang.

Korea benar-benar berubah menjadi neraka yang hirup, dan rakyatnya hidup dalam situasi putus asa.

Hingga kemudian pada Juni 1937, Kim Il Sung yang memimpin sebuah unit besar Tentara Revolusioner Rakyat Korea melakukan serangan mendadak ke Pochonbo, Korea.

Sembari menghancurkan penjajah Jepang, Kim Il Sung memberikan pidatonya di antara penduduk setempat.

Ia menyerukan agar rakyat Korea ikut melawan Jepang dengan penuh percaya diri untuk meraih kemenangan.

Setelah pertempuran, para gerilyawan di Jiansanfeng memusnahkan pasukan besar Jepang yang mengejar mereka. Dengan melakukan itu, mereka menunjukkan kekuatan besar.

Pertempuran Pochonbo memberikan keyakinan pada bangsa Korea bahwa mereka akan dibebaskan. Tak ayal, pertempuran tersebut menjadi dogeng legendaris Kim Il Sung yang menyebar di Korea, timur laut China, bahkan Jepang.

Setelahnya, muncul organisasi bawah tanah, Asosiasi untuk Pemulihan Tanah Air, sebuah front persatuan nasional yang diorganisir Kim Il Sung. Organisasi tersebut menjamur di berbagai bagian negara.

Nama Kim Il Sung kemudian menjadi simbol harapan dan aspirasi seluruh rakyat Korea.

Operasi Serangan Akhir untuk Pembebasan

Menjelang akhir pernag di Pasifik, Jepang menganggap Korea sebagai basis pertempuran yang menentukan. Mereka mengerahkan banyak unit tentara dan berencana untuk menciptakan perang berlarut-larut.

Dalam menghadapi Jepang, Kim Il Sung menggunakan strategi melalui serangan umum Tenatara Revolusi Rakyat Korea (KPRA) yang dikombinasikan dengan pemberontakan bersenjata yang dialkukan oleh semua orang.

Ia memastikan agar persiapan dilakukan dengan baik untuk melancarkan operasi tersebut.

Sampai pada 9 Agustus 1945, Kim Il Sung mengeluarkan perintah operasi pembebasn Korea.

Semua unit KPRA menerobos wilayah yang "tak tertembus" di Sungai Tuman. Unit-unite tersebut mendarat di Korea setelah bekerja sama dengan Tentara Soviet.

Mereka berhasil membebaskan wilayah Rajin dan Sonbon, sebelum akhirnya maju menuju Chongjin.

Kemudian pada 15 Agustus 1945, Jepang mengumumkan penyerahan tanpa syarat, dan sejarah pendudukan militernya di Korea berakhir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA