Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Uniknya Pemilu AS, Besarnya Dukungan Tak Jamin Kemenangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 17 Agustus 2020, 13:52 WIB
Uniknya Pemilu AS, Besarnya Dukungan Tak Jamin Kemenangan
Calon Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan petahana, Donald Trump/Net
rmol news logo Di tengah situasi pandemik Covid-19, pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) sangat menarik untuk diikuti. Tahun ini, pilpres AS diperebutkan oleh petahana, Presiden Donald Trump dari Partai Republik dan penantangnya, Joe Biden dari Partai Demokrat.

Penanganan pandemik Covid-19 tampaknya menjadi faktor yang sangat menentukan pemilih AS. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai hasil survei yang memperlihatkan dukungan kepada Trump mulai menurun.

Sejak awal, Trump telah banyak dikritik karena tidak tegas dan jelas dalam merespons wabah. Alih-alih, ia disibukkan dengan "permainan saling menyalahkan" dengan China terkait asal muasal virus corona baru atau Covid-19.

Dengan banyaknya kritikan terhadap Trump, selama pandemik Covid-19, Biden tampak memiliki 7 hingga 9 poin lebih unggul dari Presiden AS ke-45 tersebut jika dilihat secara nasional.

Hal tersebut disampaikan oleh Konsul Jenderal RI di Houston, Nana Yuliana dalam diskusi virtual RMOL World View dengan tema "AS 2020: Politik Vs Pandemik, Pelik", Senin (17/8).

Kendati begitu, Nana mengingatkan, masih ada waktu sekitar tiga bulan hingga pemungutan suara. Masih banyak hal yang bisa terjadi dan mempengaruhi pemilihan.

"Kalau saya baca dari berbagai polling kecenderungannya seperti itu. Tapi kita harus ingat bahwa masih ada 100 hari ke depan untuk pemilu pada 3 November, hari Selasa," jelasnya.

Selain itu, ia juga mengatakan, sistem pemilu yang ada di AS dan Indonesia jauh berbeda. Jika di Indonesia menggunakan sistem popular vote atau perolehan suara terbanyak, AS menggunakan sistem electoral vote di mana setiap negara bagian memiliki angkanya masing-masing.

"Boleh saja popular vote-nya menang, tetapi electoral vote-nya yang menentukan," tekannya.

Situasi seperti itu, kata Nana, terjadi pada pilpres 2016, ketika Trump melawan Hillary Clinton. Pada saat itu, Clinton memenangkan popular vote. Ketika survei pun, Clinton lebih unggul dari Trump.

Keunikan lain yang dimiliki oleh pemilu AS adalah para pemilihnya yang dikenal konsisten. Setiap negara bagian sudah diklasifikasikan ke dalam tiga warna, yaitu merah untuk Partai Republik, biru untuk Partai Demokrat, dan ada ungu untuk swing state.

Nana menjelaskan, pemilih AS sangat bangga dengan pilihan mereka sendiri. Biasanya, dukungan dari pemilih AS secara turun menurun. Apalagi, hanya ada dua partai berkuasa di AS sehingga tidak sulit untuk menentukan basis kekuatan. Misalnya, mayoritas negara bagian di wilayah selatan merupakan pendukung Republik.

"Biasanya kalau Republik, Republik terus ya. Tidak seperti di Indonesia dari partai A pindah ke partai B ke partai C. Kalau di sini, itu turun temurun. Kalau partai A, terus saja ke partai A, kecuali ada isu-isu menonjol yang muncul," papar Nana.

Adapun untuk swing state, merupakan negara bagian yang benar-benar menjadi wilayah pertemuan kedua partai. Dukungan swing state sangat bergantung pada isu-isu yang diangkat kedua capres.

"Jadi bisa saja ke Demokrat, bisa ke Republik," ujarnya.

"Kalau di bagian selatan ini yang jadi swing state-nya adalah Florida. Oleh sebab itu, Presiden Trump sangat rajin ke sana untuk bisa memenangkan suara," sambungnya.

Menurut FiveThirtyEight, ada 12 swing states di AS, di antaranya adalah Colorado, Florida, Iowa, Michigan, Minnesota, Nevada, New Hampshire, North Carolina, Ohio, Pannsylvania, Virginia, dan Wisconsin. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA