Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Belajar Dari Klaster Covid-19 Baru Di Starbucks Paju Korsel, Jangan Sampai Kegemaran Ngopi Jadi Bumerang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Minggu, 23 Agustus 2020, 15:05 WIB
Belajar Dari Klaster Covid-19 Baru Di Starbucks Paju Korsel, Jangan Sampai Kegemaran <i>Ngopi</i> Jadi Bumerang
Kedai kopi Starbucks di Paju, utara Seoul, yang telah ditutup sementara karena infeksi virus. Otoritas kesehatan mengatakan 55 kasus virus telah dikaitkan dengan kedai kopi tersebut/Yonhap
rmol news logo Bukan rahasia umum lagi jika warga Korea Selatan gemar minum kopi di kafe atau kedai kopi.

Bagi warga Korea Selatan, minum kopi telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Karena itulah, tidak heran jika kedai kopi dapat dengan mudah ditemukan di hampir setiap sudut jalan.

Menurut laporan tahun 2018 dari Hyundai Research Institute, orang Korea Selatan rata-rata meminum 353 cangkir kopi per orang setahun, atau hampir tiga kali lebih banyak dari rata-rata global 132 cangkir kopi.

Sementara itu, hingga akhir 2019, menurut data dari Small Enterprise and Market Service, yakni sebuah unit di bawah Kementerian UKM dan Startup Korea Selatan, terdapat lebih dari 93 ribu kedai kopi di negara ini. Lebih dari 42.600 di antaranya berada di wilayah Seoul.

Namun di tengah pandemik virus corona atau Covid-19 yang saat ini masih belum usai, kegemaran untuk menyeruput kopi di kedai kopi favorit justru berpotensi jadi bumerang bagi diri sendiri.

Pasalnya, beberapa waktu belakangan, kedai kopi muncul sebagai klaster baru penularan Covid-19 di negeri ginseng.

Korea Selatan sendiri saat ini masih kewalahan menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Secara nasional, sejalam enam hari terakhir, negara ini melaporkan lebih dari 1.200 kasus Covid-19.

Kelompok infeksi atau klaster baru penularan telah dilaporkan di berbagai fasilitas, mulai dari gereja hingga kedai kopi, terutama di daerah ibu kota Seoul dan sekitarnya.

Sejauh ini, melansir Kantor Berita Yonhap, dari total kasus baru tersebut, sebanyak 55 kasus di antaranya diketahui telah terhubung ke kedai kopi Starbucks di kota Paju.

Otoritas kesehatan menduga bahwa penyejuk ruangan atau AC mungkin merupakan jalur penularan virus yang potensial. Menurut pejabat Paju, seorang dengan Covid-19 duduk di dekat AC di lantai dua kedai kopi tersebut. Dia diduga telah menginfeksi orang lain melalui transmisi aerosol alias udara.

"Banyak dari pengunjung tidak memakai masker, dan tampaknya tidak ada ventilasi udara yang baik di kedai kopi meskipun AC beroperasi karena cuaca lembab," kata kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (KCDC) Korea Selatan, Jeong Eun-Kyeong awal pekan ini, mengacu pada klaster Starbucks.

"Bahkan jika infeksi tidak terjadi melalui transmisi aerosol, transmisi droplet juga mungkin terjadi di ruang tertutup, dan virus bisa menyebar melalui kontak tangan," jelasnya.

Menyusul maraknya kasus penularan Covid-19 baru, pemeritah Korea Selatan pun menegakkan langkah-langkah jarak sosial Level 2 yang mencakup penutupan fasilitas yang rentan terhadap risiko virus, seperti klub, kafe internet, dan restoran prasmanan mulai akhir pekan ini (Miggu, 22/8).

Namun, kedai kopi dan restoran tidak termasuk dalam daftar fasilitas berisiko tinggi.

"Orang-orang harus berhati-hati saat menggunakan kafe," kata seorang profesor Divisi Penyakit Menular di Rumah Sakit Ansan Universitas Korea, Choi Won-suk.

"Mereka harus mengikuti pedoman kebersihan pribadi, seperti memakai masker dan mencuci tangan," jelasnya.

Para ahli mengatakan, wabah virus di kedai kopi bisa terjadi kapan saja karena banyak di antaranya menggunakan desain interior dinding kaca, yang membuat ventilasi udara menjadi sulit, dan menampung orang di ruang tertutup.

Khususnya, dengan panas terik dan cuaca lembab yang melanda Korea Selatan akhir-akhir ini, banyak orang mengunjungi kafe dengan AC.

Awal bulan ini, otoritas kesehatan merilis pedoman pencegahan virus untuk kedai kopi, yang pada dasarnya menyarankan orang untuk memakai masker setiap saat kecuali saat mereka minum kopi.

Tetapi pemilik kedai kopi mengatakan bahwa pedoman semacam itu lebih mudah tertuang di atas kertas daripada dilaksanakan di lapangan.

"Di kafe, sulit untuk menarik garis antara orang yang minum kopi dan bercakap-cakap," kata seorang pemilik kafe di Suwon, yang tidak ingin namanya disebutkan.

"Sulit untuk mengatakan apakah momen ini melanggar pedoman pencegahan virus," jelasnya.

Meski begitu banyak pemilik kedai kopi atau kafe tetap berupaya untuk menekan potensi penularan Covid-19 dengan cara mengurangi meja dan kursi di gerai mereka serta memperlebar jarak antar pelanggan.

Namun, tindakan tersebut memberatkan pemilik kafe kecil, karena dapat menurunkan penjualan mereka.

"Kafe besar mungkin tidak memiliki masalah besar jika mereka mengurangi kursi, tetapi tidak untuk kafe berukuran kecil," kata seorang profesor ekonomi di Universitas Korea, Kang Sung-jin.

"Jika pemerintah berencana untuk menerapkan langkah-langkah jarak sosial untuk kafe, pemerintah juga harus mempertimbangkan bagaimana cara mengkompensasi kerugian penjualan untuk kafe," sambungnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA