Hal itu disampaikan pemerintah Bangladesh pada malam peringatan ketiga tahun pelarian etnis Rohingya dari Myanmar pada Senin (24/8) malam waktu setempat.
Pihak berwenang di Bangladesh telah memutus akses internet seluler ke kamp-kamp yang luas dan padat di tenggara negara itu setahun yang lalu dengan alasan masalah keamanan, di mana keputusan pemerintah tersebut memicu kecaman dunia internasional.
Sekretaris Kementerian Luar Negeri Masud bin Momen mengatakan bahwa pada awalnya pembatasan akses internet dimaksudkan untuk mencegah penyebaran rumor tak berdasar dan informasi yang salah dapat menimbulkan kepanikan dan mengguncang kamp-kamp tempat beberapa orang Rohingya tewas dalam bentrokan internal dalam beberapa tahun terakhir.
"Namun, menanggapi permintaan dari teman-teman kami dan juga untuk kebutuhan pendidikan dan tanggapan Covid-19 , untuk konektivitas internet yang lebih baik, kami telah mengambil keputusan untuk mencabut pembatasan jaringan seluler 3G dan 4G, yang akan sangat efektif. segera, "kata Momen, seperti dikutip dari
AFP, Senin (24/8).
Pengetatan pembatasan internet telah mengganggu komunikasi antara berbagai kamp, ​​serta dengan Rohingya yang masih berada di Myanmar dan di tempat lain. Ini juga memperumit transfer uang dari diaspora Rohingya.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan kurangnya akses internet berarti membuka peluang untuk berkembangnya informasi yang salah dan rumor, terutama tentang virus corona yang dikhawatirkan dapat menyebar tanpa verifikasi.
Infeksi pertama di kamp-kamp terdeteksi Mei tetapi kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat menyebar dengan cepat sejauh ini belum terealisasi.
Khin Maung, ketua Asosiasi Pemuda Rohingya, mengatakan pemulihan akses internet adalah kabar baik.
"Kami sekarang bisa mendapatkan update rutin tentang Covid-19. Dan kami bisa memobilisasi orang untuk melawan aktivitas perdagangan manusia," katanya.
"Dengan koneksi internet, kami juga bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga yang tinggal di Myanmar atau negara lain," tambahnya.
Sekitar 750 ribu etnis Rohingya membanjiri perbatasan saat mereka melarikan diri dari tindakan keras militer di negara bagian Rakhine di Myanmar pada Agustus 2017 yang oleh PBB disamakan dengan pembersihan etnis. Mereka bergabung dengan sekitar 200 ribu oang yang sudah ada di Bangladesh lebih dulu.
Terkait peringatan tiga tahun para pengungsi Rohingya, pemerintah telah melarang mereka untuk melakukan aksi demonstrasi merujuk pada pembatasan virus corona. Menanggapi hal itu para pengungsi akan mengubah konsep "Hari Peringatan Genosida" dengan aksi diam yang menurut penyelenggara akan mengubah kamp menjadi kota hantu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.