Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diskriminasi Politik, Minoritas Rohingya Sulit Nyalon Dalam Pemilu Myanmar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 25 Agustus 2020, 12:05 WIB
Diskriminasi Politik, Minoritas Rohingya Sulit <i>Nyalon</i> Dalam Pemilu Myanmar
Myanmar akan menggelar pemilihan umum pada 8 November 2020/Net
rmol news logo Diskriminasi politik terjadi di Myanmar. Menjelang pemilihan umum, banyak dari sedikit warga Rohingya yang mencalonkan diri ditolak oleh komisi pemilihan.

Misalnya saja Abdul Rasheed, seorang muslim Rohingya yang sudah memiliki kewarganegaraan Myanmar.

Ayah Rasheed adalah seorang pegawai negeri, namun ketika ia mencalonkan diri untuk November, ia ditolak dengan tuduhan berasal dari luar negeri.

Rasheed adalah satu dari setidaknya selusin warga Myanmar dari minoritas muslim Rohingya yang berusaha mendaftarkan diri dalam pemilu 8 November mendatang. Mereka berharap bisa masuk ke dunia politik di bawah pemerintahan Aung San Suu Kyi yang dianggap lebih demokratis.

Kendati begitu, dilaporkan Reuters pada Selasa (25/8), enam di antara mereka sudah ditolak karena dianggap gagal memenuhi UU dengan tidak dapat membuktikan orangtua mereka adalah warga negara Myanmar.

"Kami memiliki semua dokumen yang dikeluarkan pemerintah, dan mereka tidak menerima kenyataan bahwa orangtua saya adalah warga negara. Saya merasa tidak enak dan prihatin," ujar Rasheed.

Myanmar sendiri tidak mengenal Rohingya sebagai etnis asli. Minoritas Rohingya diejek sebagai "Bengali" atau imigran ilegal dari Bangladesh yang sebenarnya sudah berada di Rakhine selama berabad-abad.

Berkali-kali, junta militer yang memerintah Myanmar berusaha mencabut identitas Rohingya sehingga banyak dari mereka yang tidak mengetahui asal usulnya.

Pada 1990-an, bukti kewarganegaraan etnis Rohingya diganti dengan "kartu putih" sementara. Kemudian pada 2015, Presiden Thein Sein mengumumkan kartu putih sudah tidak berlaku sehingga etnis Rohingya tidak memiliki hak untuk memberikan suara pada pemilu 2015.

Dengan masuk ke pemerintahan, para minoritas Rohingya yang mencalonkan diri berharap bisa membantu saudara-saudara mereka untuk kembali dan mendapatkan status kewarganegaraan.

“Setiap orang di Myanmar, terlepas dari etnis atau agama mereka, harus memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam pemilihan,” ujar kepala Organisasi Rohingya Burma Inggris, Tun Khin.

Kendati begitu, menurut seorang pejabat senior dari Liga Nasional, Monywa Aung Shin mengatakan, penolakan komite pemilihan hanyalah berlandaskan hukum yang berlaku.

"Baik Bengali atau tidak, orang asing dan non-etnis tidak diperbolehkan mencalonkan diri dalam pemilu," katanya.

Ketua komunitas pengungsi Rohingya, Kyaw Hla Aung mengatakan, saat ini tidak ada lagi daftar pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu 2020. Berbeda dengan pemilu 2015 yang masih diikuti oleh sekitar 200 orang etnis Rohingya,

Aye Win, salah satu dari enam orang Rohingya yang telah disetujui untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, mengatakan hanya ada sedikit harapan untuk menang kecuali jika lebih banyak lagi orang Rohingya diberikan kewarganegaraan sebelum pemungutan suara.

“Kalau tidak, situasinya tidak bagus,” ujarnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA