Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jenderal Mark Milley: Militer Tidak Akan Terlibat Dalam Perselisihan Hasil Pemilu AS 2020

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 29 Agustus 2020, 12:50 WIB
Jenderal Mark Milley: Militer Tidak Akan Terlibat Dalam Perselisihan Hasil Pemilu AS 2020
Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley/Net
rmol news logo Militer Amerika kembali menegaskan sikapnya untuk tidak terlibat dalam Pemilu AS pada November mendatang, meskipun nantinya terjadi perselisihan hasil pilpres.

Hal itu disampaikan dalam sebuah surat yang disampaikan oleh Kepala Staf Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley kepada anggota Kongres AS pada Jumat (28/8).

"Konstitusi dan hukum AS dan negara bagian menetapkan prosedur untuk melaksanakan pemilihan dan untuk menyelesaikan perselisihan tentang hasil pemilihan. Saya tidak melihat militer AS sebagai bagian dari proses ini," kata Milley dalam sebuah surat yang dirilis menanggapi pertanyaan dari dua anggota Komite Angkatan Bersenjata DPR, seperti dikutip dari CNN, Sabtu (29/8).

"Dalam hal terjadi perselisihan atas beberapa aspek pemilihan menurut hukum pengadilan AS dan Kongres AS diharuskan untuk menyelesaikan setiap sengketa. Bukan (tugas) Militer AS," tambah Milley.

"Saya sangat percaya pada prinsip militer AS yang apolitis," tulisnya.

Jawaban Milley datang sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Perwakilan Demokrat Elissa Slotkin dari Michigan dan Mikie Sherrill dari New Jersey setelah sidang Komite Angkatan Bersenjata pada bulan Juli.

Sebelumnya, gagasan untuk melibatkan militer sempat dilontarkan oleh Capres Partai Demokrat Joe Biden. Sementara itu Biden sempat melontarkan gagasannya untuk melibatkan militer di pemilu AS 2020 di acara The Daily Show Juni lalu. Hal itu dia sampaikan ketika ditanya apa yang akan terjadi jika Trump menolak meninggalkan jabatannya setelah kekalahan pemilu.

"Saya berjanji kepada Anda, saya sangat yakin mereka akan mengawalnya keluar dari Gedung Putih dengan cara yang bagus," kata Biden, mengacu pada Kepala Staf Gabungan militer AS.

Petinggi Demokrat lainnya termasuk mantan capres 2016 Hillary Clinton juga berspekulasi bahwa Trump mungkin tidak akan meninggalkan jabatannya dengan sukarela jika terjadi perselisihan hasil pemilihan.

"Trump kadang-kadang menolak untuk secara terbuka mengatakan dia akan menerima hasil pemilu," Kata Hillary kepada Fox News pada bulan Juli.

Kekhawatiran bahwa Trump mungkin tidak akan mengosongkan kursi kepresidenan setelah kalah dalam pemilihan, mendorong dua pensiunan perwira militer terkenal, John Nagl dan Paul Yingling untuk menulis surat terbuka kepada Milley, dan memintanya untuk terlibat jika terjadi perselisihan hasil pemilu.

"Jika Donald Trump menolak untuk meninggalkan jabatannya setelah berakhirnya masa jabatan konstitusionalnya, militer Amerika Serikat harus memecatnya dengan paksa. Anda harus memberikan perintah itu," kata dua pensiunan letnan kolonel itu dalam pesan mereka yang diterbitkan oleh Defense One.

Namun, advokasi mereka untuk melibatkan angkatan bersenjata dalam menyelesaikan pemilihan yang disengketakan telah memicu reaksi balik dari Pentagon dan pakar lainnya di bidang hubungan sipil-militer AS.

"Kita memiliki Konstitusi, dan semua anggota militer telah bersumpah tidak memberikan peran bagi militer AS sebagai penengah sengketa politik atau pemilihan," kata juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman pada konferensi pers bulan sebelumnya.

"Masalah ini tampaknya lahir dari pemikiran tidak serius yang mencerminkan kurangnya penghargaan mendasar terhadap sejarah demokrasi kita dan hubungan sipil-militer yang dibangun di bawah Konstitusi kita," tambahnya, merujuk pada argumen yang dibuat dalam surat terbuka yang ditulis oleh Nagl dan Yingling.

Meskipun AS memiliki sejarah sengketa pemilihan umum, termasuk pemilihan presiden tahun 1876 dan 2000, pemilihan tersebut diselesaikan oleh otoritas sipil dan militer tidak pernah terlibat dalam upaya apa pun untuk menyelesaikan pemilihan.

“Karena militer adalah institusi paling terpercaya dalam kehidupan Amerika, ketika orang-orang takut mereka percaya militer untuk melakukan yang benar, hukum, konstitusional, hal yang layak, meskipun itu bukan tugas mereka, meskipun dalam hal ini akan menjadi preseden berbahaya yang luar biasa bagi demokrasi di Amerika," kata Kori Schake, direktur kebijakan luar negeri dan pertahanan di American Enterprise Institute kepada CNN.

Perdebatan tentang peran militer muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang politisasi militer AS selama suasana partisan yang meningkat dari kampanye presiden.

Pimpinan tertinggi militer juga menuai kecaman karena tampak tertarik pada masalah yang sensitif secara politik.

Milley sendiri dikritik karena penampilannya yang mengenakan pakaian tugas dalam sebuah foto bersama Trump, ketika Presiden mengunjungi Lafayette Square setelah petugas penegak hukum secara paksa membersihkan area aksi damai pengunjuk rasa. Akibatnya sang jenderal kemudian meminta maaf atas penampilannya itu.

Sementara itu Trump dituduh mempolitisasi militer dengan menyebut kepemimpinan militer sebagai 'jenderal saya', dan menggunakan pasukan untuk melakukan misi domestik yang kontroversial seperti kontrol perbatasan dan menanggapi kekacauan sipil akibat protes atas kematian George Floyd. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA