Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Presiden Macron: Jika Krisis Tak Bisa Diatasi, Lebanon Akan Masuk Fase Perang Saudara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 30 Agustus 2020, 06:34 WIB
Presiden Macron: Jika Krisis Tak Bisa Diatasi, Lebanon Akan Masuk Fase Perang Saudara
Presiden Prancis, Emmanuel Macron/Net
rmol news logo Presiden Prancis, Emmanuel Macron memberikan peringatan akan adanya konflik sipil di Lebanon jika pemerintah tidak menangani krisis yang diakibatkan ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut awal pekan ini.

Macron mengatakan, ia akan menekan pemerintah negara bekas jajahan Prancis tersebut untuk melakukan perubahan yang komprehensif.

"Jika kita membiarkan Lebanon masuk ke kawasan itu dan jika kita membiarkannya di tangan kebobrokan kekuatan kawasan, itu akan menjadi perang saudara," ujarnya seperti dikutip Sputnik, Sabtu (29/8).

Dalam pernyataannya, Macron mengaku akan mengujungi Lebanon pada Senin (31/8) untuk menuntut sejumlah perkembangan, termasuk disahkannya UU anti korupsi, reformasi kontrak publik, dan sektor energi serta perbankan.

Meski begitu, ia berjanji Prancis akan mengikuti kebijakan "menuntut tanpa campur tangan".

"Jika kita tidak melakukan ini, ekonomi Lebanon akan runtuh dan satu-satunya korban adalah rakyat yang tidak bisa pergi ke pengasingan," ujarnya.

Pernyataan Macron sendiri muncul setelah dirilisnya petisi yang beredar di internet untuk menempatkan kembali Lebanon di bawah mandat Prancis. Petisi tersebut merupakan bentuk rasa frustasi rakyat terhadap ketidakmampuan total pemerintah Lebanon dalam mengamankan dan mengelola negara.

Hingga 7 Agustus 2020, petisi tersebut mengumpulkan 50 ribu tandatangan dalam 24 jam.

"Dengan sistem yang gagal, korupsi, terorisme dan milisi, negara baru saja menghembuskan napas terakhirnya. Kami percaya Lebanon akan ditempatkan kembali di bawah mandat Prancis untuk membangun pemerintahan yang bersih dan tahan lama," demikian bunyi petisi tersebut.

Beberapa waktu terakhir, ibukota Beirut dilanda gelombang protes untuk menyerukan keadilan atas ledakan di Pelabuhan Beirut yang terjadi pada 4 Agustus.

Insiden yang menewaskan 181 orang dan ribuan lainnya mengalami luka-luka tersebut dianggap sebagai hasil aksi korupsi dan nepotisme pejabat Lebanon.

Pasalnya, ledakan tersebut diketahui dipicu oleh 2.750 ton amonium nitrat yang disita oleh dinas bea cukai pada 2014. Bahan mudah terbakar tersebut kemudian hanya disimpan di gedung pelabuhan.

Pemerintah Lebanon mengumumkan keadaan darurat di ibu kota dan mengundurkan diri kurang dari seminggu setelah ledakan di Beirut, menyusul kemarahan publik yang parah, dengan pengunjuk rasa menyerukan Perdana Menteri Hassan Diab untuk mundur. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA