Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Walau Benci, China Tetap Harus Jaga Hubungan Baik Dengan Jepang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 31 Agustus 2020, 06:33 WIB
Walau Benci, China Tetap Harus Jaga Hubungan Baik Dengan Jepang
Bendera Jepang dan China/Net
rmol news logo Hubungan Jepang dengan China semakin rapuh tetapi juga unik. Pandangan Jepang terhadap China meredup pasca peristiwa Hong Kong, tetapi sebaliknya, pandangan China kepada Jepang tetap baik terutama karena Jepang tetap berkomitmen untuk mewujudkan kunjungan Xi Jinping.

Jepang dan China sebenarnya kurang harmonis yang dimulai dengan sengketa Kepulauan Diaoyu. Musim memancing sering kali membawa perahu nelayan Tiongkok berbondong-bondong ke sekitar Kepulauan Senkaku yang disengketakan (di Tiongkok dikenal sebagai Kepulauan Diaoyu), yang membuat kecewa Jepang. Padahal, berdasarkan  ‘Japan-China Fishery Agreement’ kapal-kapal China boleh beroperasi di sekitar kepulauan tersebut.

Belakangan, beberapa laporan mengatakan pada tahun ini para nelayan China telah diperintahkan untuk menjauhi pulau-pulau tersebut karena para nelayan China selalu didampingi oleh kapal China Coast Guard (CCG).

Jepang khawatir tentang apa yang mungkin dilakukan kapal CCG, baik sendiri atau bekerja sama dengan kapal penangkap ikan. Kekhawatiran itu muncul karena belakangan aktivitas kapal CCG di sekitar Kepulauan Senkaku dan aktivitas Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA Navy) di wilayah laut sekitarnya telah terkoordinasi. Bagi Jepang, bisa saja China sebenarnya sedang memulai aksi militer.

Mengapa Jepang memiliki kekhawatiran semacam itu?

Shin Kawashima, seorang profesor di Universitas Tokyo, mengatakan, pandangan Jepang terhadap China telah meredup sebagai akibat dari situasi di Hong Kong . Laporan tentang penangkapan para pemimpin muda pro-demokrasi telah memicu penentangan keras terhadap kebijakan Hong Kong China, termasuk sejumlah pernyataan yang dikeluarkan di Jepang.

“Dalam keadaan ini, apresiasi terhadap kunjungan kenegaraan Presiden China Xi Jinping secara bertahap telah menyusut, dan pejabat pemerintah tidak dapat secara eksplisit mengungkapkannya. Terlebih lagi, pada 15 Agustus, beberapa menteri kabinet memberikan penghormatan di Kuil Yasukuni, sesuatu yang selalu menimbulkan ketidaksenangan di Tiongkok. Jelas, hubungannya tetap rumit,” jelas Kawashima dalam catatannya yang ditayangkan di The Diplomat.

Peringatan di Kuil Yasukuni adalah peringatan Perang Dunia II yang menjadi kontroversial. Kuil berubah menjadi tempat untuk mengenang orang yang berperang mempertahankan Kekaisaran Jepang alias para penjahat perang dari Perang Dunia II. Jutaan orang tewas mengenaskan selama pendudukan Jepang di China dan Korea Selatan. Menjadikan Beijing dan Seoul berang tiap-tiap peringatan ini.

Namun, pandangan Tiongkok terhadap Jepang tetap baik, terutama karena Jepang tetap berkomitmen untuk mewujudkan kunjungan Xi Jinping.

“Bagi Jepang, mempertahankan posisi bahwa kunjungan kenegaraan oleh Presiden Xi Jinping dipandang memiliki efek meminimalkan sikap keras kepala Tiongkok. Tapi apa perspektif orang China?” tulis Kawashima.

China tampaknya mengikuti kebijakan yang diprakarsai oleh Presiden China Xi Jinping pada 4 Mei 2018. Kebijakan ini mengatur konsistensi untuk meningkatkan hubungan bilateral.

Pada hari itu, segera sebelum keikutsertaan dalam KTT Trilateral Jepang-China-ROK oleh Perdana Menteri Li Keqiang, telah diadakan telekonferensi antara perdana menteri Jepang dan presiden China. Ini menandai semacam promosi: Telekonferensi sampai sekarang dilakukan antara perdana menteri Jepang dan perdana menteri Cina.

“Selama pembicaraan mereka, kedua pemimpin tersebut membahas Korea Utara dan membahas hubungan Jepang-China serta komunikasi di masa depan. China mungkin telah melihat telekonferensi ini sebagai sinyal ‘pergi’ untuk meningkatkan hubungan Tiongkok-Jepang.”

Hingga Agustus 2020, tidak ada pernyataan resmi yang tampaknya mengubah arah telekonferensi 2018 yang dikeluarkan. Sejalan dengan itu, hubungan Jepang-Tiongkok masih ditempatkan dalam kerangka umum hubungan yang membaik.
Ujian lakmus bagi China untuk mengubah sikapnya terhadap Jepang adalah apakah China mengeluarkan sesuatu untuk menggantikan konten telekonferensi atau tidak.

“Seperti urusan sekarang, masalah Laut China Timur adalah masalah yang memprihatinkan. Namun, China mungkin berhenti melakukan tindakan yang akan berdampak serius pada hubungan Sino-Jepang. Hubungan China dengan Jepang sebenarnya cukup positif dibandingkan dengan hubungannya dengan negara-negara Barat lainnya,” menurut Kawashima.

Penting bagi Beijing untuk menjaga hubungan baik dengan Jepang di tengah meningkatnya ketegangan dalam hubungannya dengan Amerika Serikat.

Selama pandemik Covid-19,  hubungan AS-China memburuk. China juga semakin berselisih dengan Australia dan beberapa negara Eropa.

Meskipun ada masalah teritorial antara Jepang dan China, nyatanya investasi Jepang di China telah meningkat selama pandemik. Menjadikan posisi pemerintah Jepang untuk memisahkan diri dari China di bidang teknologi tinggi tetap ambigu.

“Seperti yang telah kita lihat, hubungan Jepang-China menghadapi beberapa masalah kritis. Untuk saat ini, dilihat dalam konteks kebijakan luar negeri China secara keseluruhan, Beijing mungkin melihatnya berguna untuk menjaga hubungan baik dengan Tokyo.”  rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA