Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tiongkok: Perlakuan Diskriminatif AS Pada Jurnalis China Adalah Bentuk Penganiayaan Politik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Jumat, 04 September 2020, 12:12 WIB
Tiongkok: Perlakuan Diskriminatif AS Pada Jurnalis China Adalah Bentuk Penganiayaan Politik
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying/Net
rmol news logo Kementerian Luar Negeri China pada Kamis (3/9) menyoroti kembali perlakuan diskriminatif Amerika Serikat (AS) terhadap para jurnalis Tiongkok yang mereka sebut sebagai penganiayaan politik dan penindasan terhadap jurnalis. China menyebut perlakuan itu mencerminkan mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis AS.

Pada bulan Mei, AS memotong masa tinggal jurnalis China di negara itu menjadi hanya tiga bulan, dan tidak ada yang menerima perpanjangan visa sejak saat itu. Jurnalis China di AS telah menghadapi penundaan visa sejak 2018 ketika AS mulai memperketat pembatasan.

"AS hanya memberikan visa sekali masuk kepada jurnalis China, memaksa mereka untuk mengajukan pembaruan setiap kali mereka meninggalkan negara itu," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, seperti dikutip dari GT, Jumat (4/9).

"Reporter China diminta untuk menyerahkan lebih banyak dokumen dan informasi, seperti akun media sosial mereka, catatan perjalanan keluar dalam 15 tahun terakhir dan daftar kontak sosial, yang secara serius melanggar privasi mereka," tambahnya.

Sejak 2018, sekitar 30 jurnalis Tiongkok mengalami penundaan persetujuan visa tanpa batas atau telah ditolak visanya ke AS. Pada bulan Maret, AS mendefinisikan lima outlet media pemerintah China sebagai misi asing, yang membuat para jurnalis diawasi dengan ketat dan membatasi jumlah pegawainya. Akibatnya, 60 jurnalis Tiongkok terpaksa pergi dari negeri Paman Sam itu.

Pada 11 Mei, AS mengumumkan keputusannya untuk membatasi visa bagi jurnalis Tiongkok untuk masa tinggal maksimal 90 hari mulai dari 8 Mei.

"Semua jurnalis China di AS telah mengajukan permohonan perpanjangan sebagaimana diperlukan, tetapi sejauh ini belum disetujui, membuat mereka hidup dalam ketidakpastian. Sebaliknya, sebagian besar koresponden asing di China diberikan kartu pers yang berlaku selama satu tahun," kata Hua.

Hua juga mencatat bahwa peraturan terbaru itu membuat wartawan China kesulitan untuk melakukan wawancara di AS, karena jurnalis China menghadapi diskriminasi dan bahkan telah diinterogasi dalam beberapa kegiatan wawancara kelompok. AS juga telah menaikkan biaya visa atas nama 'timbal balik', membuat jurnalis China diharuskan membayar 1.037 dolar AS untuk aplikasi visa, sementara jurnalis Amerika di China hanya wajib membayar 350 dolar AS untuk visa dan izin tinggal.

Kementerian Luar Negeri China telah meningkatkan kemudahan bagi jurnalis asing, dan memulai banyak percakapan dengan AS untuk melindungi kepentingan jurnalis dari kedua negara. Namun, AS telah dengan marah mengambil masalah perpanjangan visa sebagai sandera untuk menuntut agar lebih dari 10 jurnalis Wall Street Journal, Washington Post dan New York Times, yang kartu persnya dikembalikan, diizinkan untuk kembali ke China, sementara tidak ada jurnalis China yang mendapat perpanjangan visa.

Hua menekankan diskriminasi terhadap jurnalis China adalah bagian dari tindakan keras AS dan penahanan China secara menyeluruh dan beragam.

Kementerian Luar Negeri China telah mendesak AS untuk menghentikan praktik diskriminatifnya terhadap media China dan melindungi keselamatan dan hak jurnalis China yang ditempatkan di AS. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA