Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

China: AS Adalah Ancaman Terbesar Bagi Perdamaian Laut China Selatan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 04 September 2020, 19:04 WIB
China: AS Adalah Ancaman Terbesar Bagi Perdamaian Laut China Selatan
Pengerahan dua kapal induk Amerika Serikat di Laut China Selatan pada Juli 2020/Net
rmol news logo China mendesak negara-negara Asia Tenggara yang juga menjadi claimant state dalam sengketa Laut China Selatan tidak mendukung Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut.

Wakil Menteri Luar Negeri China untuk Asia, Luo Zhaohui mengatakan, AS telah menjadi akar masalah di Laut China Selatan dan meningkatkan ketegangan di kawasan seiring dengan rencana negosiasi antara Beijing dan ASEAN.

Menurutnya, negara-negara di kawasan telah tepecah antara China dan AS di tengah meningkatnya risiko konfrontasi habis-habisan di wilayah tersebut.

Sementara Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei yang merupakan anggota ASEAN memiliki klaim, AS tidak memiliki urusan apapun di Laut China Selatan. Kendati begitu, Washington lah yang justru meningkatkan patroli di daerah sengketa.

"Laut China Selatan menjadi masalah hanya untuk melayani kepentingan AS dan agenda globalnya, sementara negara-negara di kawasan harus menanggung biayanya," ujar Luo seperti dikutip inkstone news, Jumat (4/9).

“AS telah menjadi ancaman terbesar bagi perdamaian di Laut China Selatan dan seluruh kawasan," tekannya.

Menanggapi hal tersebut, pengamat dari Universitas Jinan di Guangzhou, Zhang Mingliang mengatakan, pernyataan Luo pada dasarnya cukup kontraproduktif karena saat ini China dan ASEAN tengah bernegosiasi mengenai Code of Conduct (CoC) atau kode etik di Laut China Selatan.

Negosiasi yang dimulai pada 2002 tersebut terhenti karena desakan Beijing untuk mengecualikan negara-negara di luar kawasan dan dilanjutkan pada pekan ini.

"Meskipun pernyataan Luo mungkin menarik bagi penonton di China, retorikanya yang keras terhadap AS tidak mungkin membantu kasus Beijing menjelang pembicaraan penting tentang kode etik maritim ini," ujar Zhang.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Kolaborasi China untuk Laut China Selatan di Universitas Nanjing, Zhu Feng mengatakan, situasi yang terjadi saat ini terhadap beijing merupakan tekanan politik, diplomatik, dan militer yang belum pernah terjadi dari Washington.

"Dengan pemilu AS yang semakin dekat, pemerintahan (Presiden Donald) Trump dengan sengaja meningkatkan ketegangan dengan China untuk menghidupkan kembali kampanye pemilihan ulangnya yang bermasalah, memperburuk risiko konflik di Laut China Selatan," katanya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA