Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Meski Telah Resmi Tandatangani Pakta Normalisasi Ekonomi, Serbia Tetap Tidak Akan Akui Kosovo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 05 September 2020, 09:36 WIB
Meski Telah Resmi Tandatangani Pakta Normalisasi Ekonomi, Serbia Tetap Tidak Akan Akui Kosovo
Presiden Serbia Aleksandar Vucic/Net
rmol news logo Dua negara yang saling bermusuhan Serbia-Kosovo duduk bersama di Gedung Putih dalam upaya dialog. Keduanya telah menyetujui pakta bersama untuk menormalkan hubungan ekonomi dua negara, suatu hal yang disebut Presiden AS Donald Trump sebagai hal paling bersejrah. Tidak hanya itu, kedua negara juga menyepakati hubungannya dengan Israel.

Dalam pertemuan Jumat (4/9) di Gedung Putih, Kosovo dan Serbia sepakat untuk meningkatkan hubungan mereka dengan Israel, di mana Kosovo akan secara resmi mengakui negara Yahudi,  dan Serbia akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Tidak mengherankan ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan kesenangannya.

"Hari yang benar-benar bersejarah," kata Trump, yang duduk di antara Perdana Menteri Kosovo Avdullah Hoti dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic, di Ruang Oval Gedung Putih, dikutip dari AFP, Jumat (4/9).

"Dengan berfokus pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, kedua negara dapat mencapai terobosan nyata dalam kerja sama ekonomi di berbagai masalah."

Trump memuji utusan khususnya, Richard Grenell, karena berhasil menyatukan kedua belah pihak, setelah dua dekade mereka bermusuhan, pasca pertempuran berdarah yang menewaskan 13.000 orang.

"Butuh beberapa dekade karena Anda tidak memiliki siapa pun yang mencoba menyelesaikannya," kata Trump tentang perjanjian itu. "Sekarang, ekonomi bisa menyatukan orang."

Presiden Kosovo Hashim Thaci dalam keterangan resminya memuji Trump atas pertemuan dan kesepakatan itu. "Itu adalah memajukan perdamaian, pembangunan ekonomi, dan masa depan Euro-Atlantik," ujar Thaci.

Kosovo, yang mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008, tengah berjuang untuk mendapat pengakuan dunia internasional.

"Sekarang harus terus bekerja untuk keanggotaan dalam organisasi internasional dan untuk pengakuan baru, agar negara kita dapat sepenuhnya terkonsolidasi di dalam negeri dan internasional," tulis Thaci.

Normalisasi beberapa hubungan ekonomi menjadi pembahasan ketat pertemuan itu, di antaranya adalah pelonggaran perdagangan dan pembukaan jalan serta jalur kereta api dan udara antara dua negara bekas musuh perang Balkan itu.

Upaya yang berfokus pada bisnis dan perdagangan diluncurkan baru-baru ini oleh para pejabat AS. Meski menyetujui normalisasi ekonomi, Serbia menjelaskan selama pertemuan itu  mereka tetap tidak akan mengakui Kosovo sebagai negara yang utuh.

Pakta Kosovo-Serbia, dan perjanjian mereka untuk meningkatkan hubungan dengan Israel, menambah rekor keberhasilan diplomatik Trump baru-baru ini.

Sebelumnya, Serbia tak bisa bergabung dengan Uni Eropa jika belum menyelesaikan hubungannya dengan Kosovo. Kosovo adalah sebuah provinsi di Serbia yang mendeklarasikan kemerdekaannya sendiri pada 2008, tetapi sampai saat ini pemerintahan Serbia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo.

Pada November 2018 Kosovo mengenakan tarif impor 100 persen untuk barang-barang Serbia. Persoalan kemudian menjadi berlarut-larut dan perpecahan semakin memanas.

Pada 6 Juni, Kosovo menghapus semua hambatan perdagangan, membuka jalan bagi dimulainya kembali perundingan dengan Serbia. Tapi Kosovo tetap bersikeras ingin pengakuan penuh atas kemerdekaannya oleh Serbia.

"Kami memasuki pembicaraan ini dengan itikad baik," kata Vucic, dikutip dari Euractiv, Selasa (23/6).

Mulanya, Presiden Kosovo Hashim Thaci yang dijadwalkan bertemua dengan Vucic. Namun sejak ia terkendala kasus kejahatan perang yang disangkakan pengadilan Belanda, Thaci pun diwakili oleh Hoti.

Kosovo lebih  suka melihat Amerika Serikat sebagai mediator utama untuk dialog mereka.

Amerika Serikat mengakui kemerdekaan Kosovo, sementara Serbia dan sekutunya; Rusia dan China, sebaliknya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA