Bagi Turki, keputusan itu akan merusak resolusi PBB dan merugikan perjuangan Palestina. Pendirian kantor kedutaan itu merupakan bentuk pengakuan negara berpenduduk mayoritas muslim itu bahwa Yerusalem ibu kota Israel.
Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataannya mengatakan agar Kosovo menahan langkahnya yang dapat merusak masa depan negara itu sendiri.
"Kami menyerukan kepada kepemimpinan Kosovo untuk mematuhi keputusan [PBB] ini untuk menahan diri dari langkah-langkah yang akan merusak status historis dan hukum Yerusalem," ujar pernyataan itu, dan menambahkan bahwa langkah tergesa-gesa itu dapat membuat Kosovo sulit untuk diakui oleh negara-negara lain di masa depan.
Pernyataan tersebut mengutip berbagai resolusi PBB yang menekankan bahwa masalah Palestina hanya dapat diselesaikan dengan negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan bersebelahan secara geografis dengan ibukotanya di Yerusalem Timur berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.
Sementara status Yerusalem masih diperebutkan sesuai hukum internasional. Keputusan mengenai pembagian wilayah Yerusalem harus sesuai perundingan damai Israel dan Palestina, bukan diakui secara sepihak.
Dalam pertemuan di Gedung Putih, Jumat (4.9), Kosovo dan Serbia telah menandatangani kesepakaran normalisasi ekonomi. Hasil dari kesepakatan itu juga membahas Kosovo yang akan mendirikan kantor misinya di Yerusalem dan sebagai gantinya Kosovo akan mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Israel.
Turki juga ikut keprihatinannya atas keputusan Serbia yang akan memindahkan kedutaan bearnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sejauh ini hanya dua negara yang telah membuka kedutaan besar di Yerusalem, yaitu Amerika Serikat dan Guatemala.
Palestina sendiri sangat menentang langkah Kosovo dan Serbia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: