Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mantan Presiden Tadic Kecam Keputusan Vucic: Poin-poin Gedung Putih Bahayakan Posisi Serbia Di Mata Rusia Dan China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 08 September 2020, 13:26 WIB
Mantan Presiden Tadic Kecam Keputusan Vucic: Poin-poin Gedung Putih Bahayakan Posisi Serbia Di Mata Rusia Dan China
Presiden Serbia Alexandar Vucic dan Mantan Presiden Serbia Boris Tadic/Net
rmol news logo Mantan Presiden Serbia Boris Tadic mengkritik keras presiden Serbia saat ini, Aleksandar Vucic, atas keputusannya memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Menurutnya, itu akan menambahkan pelanggaran Resolusi PBB setelah Majelis Umum memutuskan agar tidak membangun kantor misi diplomatik di sana.

Pada Senin (7/9) waktu setempat, Tadic mengatakan pada konferensi pers bahwa perjanjian Washington adalah 'langkah paling menghancurkan' dalam kebijakan luar negeri Beograd.

"Dengan perjanjian ini, artinya Serbia menerima untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem, dan Israel menerima untuk mengakui kemerdekaan Kosovo sebagai balasannya," kata Tadic, seraya menngingatkan lagi bahwa selama ini hanya AS dan Guatemala yang membuka kedutaan di Yerusalem.

Bagi Tadic, keputusan Vucic adalah 'masalah kebijakan luar negeri yang sangat sensitif'. Resolusi PBB mengatakan hal itu tidak dapat diterima oleh komunitas Islam, tetapi di sisi lain Serbia malah memiliki hubungan baik dengan Israel.

PBB mengeluarkan Resolusi itu pada 21 Desember 2017, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan kedutaan negaranya ke Yerusalem dua minggu sebelumnya ketika dia secara resmi mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.

Tadic mengatakan itu adalah janji politik yang sangat salah. Selama ini Serbia bersikukuh tidak mengakui kemerdekaan 'musuh'nya, Kosovo. Namun, Serbia bersedia menjalin hubungan baik dengan Israel bahkan memindahkan kedutaannya ke Yerusalem, di mana di saat yang sama Israel akan mengakui kemerdekaan Kosovo.

Tadic tidak bisa memahami bagaimana Vucic bisa berpikir seperti itu. Jika itu terjadi, Serbia akan menjadi negara kedua di Eropa selain Rumania, yang mengumumkannya pengakuannya pada Maret, meski mendapat tentangan dari Uni Eropa.

Para analis melihat bagian lain dari perjanjian Beograd - Pristina yang ditandatangani di Gedung Putih pada Jumat pekan lalu adalah hal yang dinantikan AS, dan menjadi topik paling penting untuk kebijakan luar negeri Trump yang sedang berkampanye untuk November mendatang.

"Setelah adanya perjanjian ini, menjadi tidak relevan lagi bila dikatakan Serbia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo. Kesepakatan semacam itu membuat semuanya menjadi relatif, yang berimplikasi pada pengakuan Kosovo," kata Tadic kepada wartawan.

Elemen mengejutkan lainnya dalam perjanjian tersebut adalah komitmen untuk tidak memasang jaringan 5G. Itu sejalan dengan kebijakan luar negeri dan ekonomi UE yang harus diikuti Serbia begitu bergabung dengan blok itu.

Tadic mengatakan, dengan menerima poin-poin dari perjanjian Gedung Putih itu, berarti Vucic telah membahayakan posisi Serbia dalam hubungan baiknya dengan China dan Rusia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA