Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bahrain Ikuti Langkah UEA Normalisasi Hubungan Dengan Israel, Trump Senang Palestina Semakin Kecewa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 12 September 2020, 07:55 WIB
Bahrain Ikuti Langkah UEA Normalisasi Hubungan Dengan Israel, Trump Senang Palestina Semakin Kecewa
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mengadakan pertemuan tertutup dengan keluarga kerajaan Bahrain pada Agustus 2020 lalu/Net
rmol news logo Bahrain akhirnya bergabung dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Sebuah langkah yang ditempa karena ketakutan bersama terhadap Iran, sekaligus tindakan yang akan membuat posisi Palestina semakin terisolasi.

Kabar bersejarah itu disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump lewat akun Twitter pribadinya usai melakukan pembicaraan dengan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lewat sambungan telepon pada Jumat (11/9).

“Ini benar-benar hari yang bersejarah,” kata Trump kepada wartawan di Oval Office, seraya mengatakan bahwa dia yakin negara lain akan mengikuti.

"Membuka dialog langsung dan hubungan antara dua masyarakat dinamis untuk ekonomi maju. Akan melanjutkan transformasi positif Timur Tengah dan meningkatkan stabilitas, keamanan, dan kemakmuran di kawasan," bunyi pernyataan bersama antara Amerika Serikat, Bahrain, dan Israel, seperti diberitakan AFP, Sabtu (12/9).

Sebulan yang lalu Uni Emirat Arab setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di bawah kesepakatan yang ditengahi AS. Kesepakatan itu  dijadwalkan akan ditandatangani saat upacara Gedung Putih yang diselenggarakan oleh Trump pada 15 September mendatang.

Pernyataan bersama itu mengatakan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani akan bergabung dalam upacara itu dan menandatangani ‘Deklarasi Perdamaian bersejarah’ dengan Netanyahu.

Kemarin, Jumat (11/9), Netanyahu mengatakan keputusan Bahrain menandai ‘era baru perdamaian’.

Upacara penandatanganan kesepakatan Israel-UEA akan dihadiri langsung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed al-Nahyan.


“Selama bertahun-tahun yang panjang, kami berinvestasi dalam perdamaian, dan sekarang perdamaian akan berinvestasi pada kami. Investasi yang benar-benar besar dalam ekonomi Israel -dan itu sangat penting,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video.


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Emirates, Hend al-Otaiba, mengucapkan selamat kepada Bahrain dan Israel, dengan mengatakan itu menandai pencapaian penting dan bersejarah lainnya yang akan memberikan kontribusi besar bagi stabilitas dan kemakmuran kawasan. Namun, bagi warga Palestina itu tentu saja menyakitkan.

Mereka kecewa, langkah yang diambil UEA dan sekarang disusul Bahrain akan melemahkan posisi pan-Arab yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah pendudukan dan penerimaan negara Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan atas nama kepemimpinan Palestina mengutuk perjanjian itu sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina.

“Pimpinan Palestina menolak langkah yang diambil oleh Kerajaan Bahrain, dan menyerukan untuk segera mundur.  Kesepakatan itu akan menimbulkan kerusakan besar pada hak-hak nasional yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina dan tindakan bersama Arab,” kata pernyataan itu.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan Duta Besar Palestina untuk Bahrain dipanggil kembali untuk berkonsultasi.

Di Gaza, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan keputusan Bahrain untuk menormalisasi hubungan dengan Israel merupakan kerugian besar bagi perjuangan Palestina, dan mendukung pendudukan.

Lewat Twitter, Hossein Amir-Abdollahian, penasihat khusus urusan internasional untuk ketua parlemen Iran, menyebut keputusan Bahrain sebagai pengkhianatan besar bagi perjuangan Islam dan Palestina.

“Para pemimpin lalai di UEA, #Bahrain tidak boleh membuka jalan bagi skema Zionis,” cuit pejabat itu.

Pelonggaran hubungan dengan Israel terjadi di tengah latar belakang ketakutan bersama tentang ancaman Iran ke wilayah tersebut.

Pertanyaan terbesar sekarang adalah apakah Arab Saudi, salah satu negara paling berpengaruh di Timur Tengah dan sekutu dekat Amerika Serikat, akan mengikuti langkah UEA dan Bahrain?

Pemerintahan Trump telah mencoba membujuk negara-negara Arab Sunni lainnya, termasuk Arab Saudi, untuk terlibat dengan Israel. Riyadh sejauh ini mengisyaratkan bahwa pihaknya belum siap untuk mengambil langkah tersebut.


Kesepakatan tersebut terjadi saat Trump dari Partai Republik, menggalang suara untuk masa jabatan kedua pada 3 November mendatang. 

Kebijakan luar negeri memang tidak menonjol dalam kampanye pemilihan, tetapi Trump ingin menampilkan dirinya sebagai pembawa damai bahkan ketika dia mengacungkan pedang terhadap Iran.
Langkah pro-Israel Trump telah dilihat, sebagian, sebagai upaya untuk meningkatkan daya tariknya kepada para pemilih Kristen evangelis, segmen penting dari basis politiknya.


Zaha Hassan, seorang rekan tamu di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan langkah Bahrain ‘sangat mengganggu’ bagi warga Palestina.

“Langkah ini tidak bisa terjadi tanpa lampu hijau Saudi,” katanya. “Ia berada di bawah tekanan untuk menjadi normal, tetapi tidak bisa karena posisinya sebagai penjaga tempat-tempat suci Islam dan tidak populernya di jalanan,” tambahnya.
“Bahrain ditawarkan sebagai penghiburan yang akan membuat Arab Saudi tetap berada dalam rahmat baik Trump,” ungkap Hassan.

Harapan sempat muncul bagi Palestina pada saat Liga Arab melakukan pertemuan pada Rabu (9/9).  Palestina berharap mereka akan mengecam tindakan UEA yang menormalisasikan hubungan dengan Israel. Namun, sekali lagi negara itu kecewa karena pada pertemuan itu mereka tidak mengecam tindakan UEA.

Pada hari Jumat (11/9), kedutaan Saudi di Washington tidak menanggapi pertanyaan apakah duta besar atau perwakilan Saudi lainnya akan menghadiri upacara penandatanganan hari Selasa.

Bahrain, sebuah negara berbentuk pulau kecil, adalah rumah bagi markas regional Angkatan Laut AS. Riyadh pada 2011 mengirim pasukan ke Bahrain untuk membantu memadamkan pemberontakan, dan bersama Kuwait dan UEA menawarkan dana talangan ekonomi sebesar 10 miliar dolar AS kepada Bahrain pada 2018.

Kesepakatan hari Jumat menjadikan Bahrain negara Arab keempat yang mencapai kesepakatan dengan Israel sejak bertukar kedutaan dengan Mesir dan Yordania beberapa dekade lalu.

Pekan lalu, Bahrain mengatakan akan mengizinkan penerbangan antara Israel dan UEA menggunakan wilayah udaranya. Ini mengikuti keputusan Saudi untuk mengizinkan pesawat komersial Israel terbang di atasnya dalam perjalanan ke UEA.

Amerika Serikat, Israel, dan UEA telah mendesak para pemimpin Palestina untuk terlibat kembali dengan Israel. Negosiasi terakhir macet antara Israel dan Palestina pada 2014, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menolak untuk berurusan politik dengan Trump selama lebih dari dua tahun, menuduhnya bias pro-Israel.

Pada hari Jumat menantu dan penasihat senior Trump Jared Kushner mengatakan kepada Reuters: “Semua orang di wilayah ini bergantung pada kepemimpinan Palestina. Kepemimpinan Palestina terus membuat kasus mereka semakin kurang relevan dengan bertindak sebagaimana adanya.” rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA