Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kembalinya Aksi Rompi Kuning, Gerakan Yang Merongrong Emmanuel Macron

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Minggu, 13 September 2020, 14:21 WIB
Kembalinya Aksi Rompi Kuning, Gerakan Yang Merongrong Emmanuel Macron
Demonstran rompi kuning membawa spanduk bertuliskan Macron di Penjara dalam unjuk rasa di Lille, Prancis, 5 Januari 2019/Net
rmol news logo Setelah sempat terhenti akibat virus corona dan liburan musim panas, Yellow Vests atau gerakan Rompi Kuning kembali ke jalan-jalan dalam serangkaian protes di Paris dan sejumlah kota Prancis lainnya pada hari Sabtu (12/9) waktu setempat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kembalinya kelompok Rompi Kuning berbarengan dengan dimulainya kembali kegiatan di sekolah-sekolah Prancis. Protes Rompi Kuning pertama sejak Maret di Paris dan di beberapa kota provinsi besar merupakan ujian bagi pemerintah di bawah perdana menteri baru, Jean Castex.

Ada ketakutan akan pecahnya kekerasan lagi di Champs-Elysées di mana semua pertemuan telah dilarang. Bagian depan toko telah ditutup dan barikade didirikan meskipun tidak ada protes yang diizinkan secara resmi.

Dari laman Facebook acara tersebut, sebanyak 2.300 orang mengindikasikan bahwa mereka masih berniat untuk ambil bagian dalam rapat umum di Champs-Elysées, dan sebanyak 7.000 orang menunjukkan ketertarikan mereka.

Menurut sumber polisi, 4.000 hingga 5.000 demonstran diperkirakan berada di Paris, termasuk pengunjuk rasa 'blok hitam' yang berpotensi melakukan kekerasan.

Sejauh ini, telah ada dua demonstrasi yang diizinkan untuk digelar di Paris, di lokasi yang berdekatan dengan Champs-Elysees oleh Prefektur Polisi Paris (PPP): satu dari Place de la Bourse, di pusat ibu kota dan yang lainnya dari Place Wagram di barat.

"Tidak ada kehancuran dan kekacauan di Champs-Elysées," kata kepala polisi Didier Lallemant di BFMTV, seperti dikutip dari AFP, Sabtu (12/9).

Pihak kepolisian menyerukan agar masyarakat tetap tenang, karena aktivitas toko-toko di jalan itu telah sangat terganggu selama aksi demonstrasi yang terjadi sebelumnya, yang dirusak oleh kekerasan dan kehancuran.

Menurut PPP, sudah ada 68 penangkapan di Paris hingga pukul 11 pagi waktu setempat pada hari Sabtu.

Sementara para demonstran juga berencana akan melakukan aksi unjuk rasa di provinsi-provinsi. Menteri Dalam Negeri, Gérald Darmanin, pada hari Jumat mempresentasikan garis besar doktrin baru pemerintah untuk menjaga ketertiban, yang harus memungkinkan untuk menjamin keamanan dan hak untuk berdemonstrasi. 

Mulai Sabtu ini, penegak hukum dan ketertiban akan menggunakan granat pertahanan baru yang disebut GMD, yang dikatakan kurang berbahaya dari yang digunakan sebelumnya dan penggunaannya akan diawasi. Tujuan utama senjata ini adalah untuk memecah kerumunan.

The Yellow Vests, dinamai sesuai dengan jaket visibilitas tinggi berwarna kuning yang mereka kenakan saat melakukan protes setiap Sabtu selama 70 minggu hingga penutupan karena pandemik. Gerakan tersebut muncul pada akhir 2018, dipicu oleh kenaikan pajak bahan bakar, dan berkembang menjadi pemberontakan melawan pemerintah Macron.

Protes besar terakhir mereka adalah pada 14 Maret 2020, menjelang pemilihan kepala daerah di Prancis. Ini hanya tiga hari sebelum negara itu terkunci karena Covid-19. Mereka menentang larangan dari Presiden Macron atas pertemuan massal.

Sudah hampir dua tahun sejak protes Rompi Kuning pertama pada 17 November 2018. Jumlah mereka awalnya melonjak dan kemudian surut. Pertanyaannya sekarang adalah apakah mereka akan bangkit kembali seperti Phoenix dari abu ketika pertikaian sosial tumbuh karena pembatasan Covid. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA