Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Wajah AS Bisa Jadi Lebih Humanis Di Timur Tengah Jika Joe Biden Menang Pilpres

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Senin, 14 September 2020, 17:09 WIB
Wajah AS Bisa Jadi Lebih Humanis Di Timur Tengah Jika Joe Biden Menang Pilpres
Pakar menilai bahwa Joe Biden bisa membawa wajah Amerika Serikat yang lebih humanis di Timur Tengah/Net
rmol news logo Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump tampak agresif dalam menjalankan sejumlah kebijakan internasional, termasuk kebijakan di Timur Tengah.

Sejak beberapa bulan lalu Trump, dibantu oleh menantunya yang juga menjabat sebagai penasihat senior Gedung Putih, Jared Kushner gencar mengkampanyekan apa yang dia sebut dengan Kesepakatan Abad Ini (Deal of the Century) yang mencakup soal perdamaian Israel-Palestina. 

Selain itu, Trump juga agresif dalam mendorong normalisasi hubungan Israel dengan dunia Arab. Bukan tanpa hasil, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain bahkan menyatakan bersedia untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Namun, jelang pemilu presiden Amerika Serikat yang akan dilangsungkan pada November mendatang, muncul pertanyaan tersendiri, bagaimana arah kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah? Apakah Biden akan membawa perubahan signifikan dalam peta perpolitikan di Timur Tengah, khususnya yang berkaitan dengan Israel-Palestina serta dunia Arab?

"Tentu sangat sangat berubah jauh," kata Pengamat politik Islam dan demokrasi Muhammad Najib dalam webinar RMOL World View bertajuk "Siapa Pembela Sejati Palestina?" yang dilangsungkan oleh Kantor Berita Politik RMOL.ID pada Senin siang (14/9).


Dia menilai bahwa kampanye agresif Trump di Timur Tengah saat ini sangat pragmatis, yakni demi mendongkrak elektabilitas Trump dalam pemilu presiden November mendatang.

"Karena skenario-skenario ini kalkulasinya pragmatis, untuk memenangkan Trump dalam pemilu," jelasnya.

Oleh karena itu, Najib menilai bahwa jika Biden berhasil mengalahkan Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat tahun ini, maka akan banyak perubahan yang terjadi, termasuk dalam politik luar negeri.

"Memang secar atradisional, kepemimpinan siapapun dari (Partai) Republik, apalagi Trump yang vulgar dan kasar, mengkampanyekan perang dan provokasi terus-menerus. Dengan demikian, maka industri militer Amerika Serikat akan tumbuh, dengan demikian maka ekonomi negara itu akan bergerak," ujar Najib.

"Karena industri militer Amerika Serikat diketahui berkontribusi besar dalam perekonomian Amerika Serikat," sambungnya.

Namun jika Partai Demokrat yang berada di posisi nomor satu Amerika Serikat, arah kebijakannya biasanya cenderung berkebalikan.

"Demokrat biasanya lebih humanis, unggah-ungguh (sopan-santun), lebih menjunjung tinggi soal menghormati negara lain serta hukum internasional," papar Najib.

Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Trump selama memimpin negeri Paman Sam. Dia bukan hanya agresif dalam bertindak, tapi juga tidak segan menabrak aturan.

"Berbagai prinsip multilateral yang juga disepakati Amerika Serikat tidak ragu dia tabrak. Dia lebih suka unilateralisme, alias suka-suka Amerika Serikat," sambungnya.

Lebih lanjut dia menilai bahwa Trump juga tidak jarang menerapkan prinsip stick and carrot dalam politik luar negerinya.

"Artinya, negara yang baik dengan Amerika Serikat dapat hadiah (carrot), (negara) yang agak naka diberi cambuk (stick)," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA