Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Empat Negara Besar Jadi Ancaman Utama Dalam Perang Siber

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 23 September 2020, 05:58 WIB
Empat Negara Besar Jadi Ancaman Utama Dalam Perang Siber
Ilustrasi/Net
rmol news logo Australia mengungkap sebuah fakta bahwa sebagai bagian dari aliansi Five Eyes mereka telah menjadi target utama perang dunia maya, dengan menyebut Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, sebagai ancaman terbesar mereka.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Seorang ahli perang dunia maya mengatakan kepada 9News bahwa para aktor yang berbasis di negara-negara tersebut saat ini telah secara nyata menyebarkan malware backdoor pada sistem pemerintah dan perusahaan utama yang dapat diaktifkan kapan saja.

Serangan semacam itu dapat mematikan jaringan listrik kota, mendatangkan malapetaka dengan mematikan infrastruktur logistik utama atau membongkar rahasia politik dan perusahaan.

Fergus Hanson, Direktur Pusat Kebijakan Siber Internasional di Institut Kebijakan Strategi Australia, menggambarkan Rusia, China, Iran, dan Korea Utara sebagai aktor yang sangat ‘canggih’.

“Jika mereka ingin masuk ke sistem apa pun, mereka pasti bisa,” katanya, seperti dikutip dari 9News, Selasa (22/9).

“Sudah ada negara yang telah menerapkan sebelumnya di seluruh jaringan kami,” lanjutnya.

Dia khawatir pemerintah, bisnis sektor publik dan swasta di seluruh Australia tidak mempunyai kemampuan untuk mendeteksi serangan dunia maya yang diluncurkan oleh aktor paling maju.

“Pada dasarnya setiap bagian dari setiap perangkat lunak itu rentan, tidak ada perangkat lunak yang tidak dapat dipecahkan,” kata Hanson.

“Ada pintu belakang (backdoor) untuk semuanya. Ini benar-benar hanya masalah sumber daya dan waktu untuk masuk,” ungkapnya lagi.

Hanson menjelaskan mengapa negara dan bangsa dengan kemampuan yang maju dan menakutkan harus terus-menerus menyerang sistem dan jaringan di negara lain. Alasannya, karena penyerang dunia maya harus melindungi kerentanan yang telah berhasil mereka eksploitasi, untuk memastikannya tetap tidak terdeteksi dan layak.

Pada bulan Juni, Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan lembaga-lembaga Australia, termasuk rumah sakit dan utilitas milik negara, mengalami serangan siber yang intensif.

Morrison memang tidak menyebut nama China secara terang-terangan untuk menyalahkan ‘aktor siber canggih berbasis negara’. Namun, Beijing secara pribadi diyakini berada di balik serangan itu.

Pada 2015, peretas Rusia berhasil melumpuhkan jaringan listrik di Ukraina. Dan pada 2010, AS menyabotase fasilitas pengayaan nuklir Iran. Tetapi sebagian besar serangan tidak pernah terlihat, oleh karenanya sangat sulit untuk menyalahkan satu pihak secara meyakinkan.

Israel dan Inggris Raya, bersama dengan AS, Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, memiliki kemampuan dunia maya paling berkembang di dunia.

Soal anggran, PM Morrison pernah menyatakan pada Juni lalu, bahwa pemerintahannya akan menginvestasikan 1,35 miliar dolar AS dalam keamanan dunia maya selama dekade berikutnya.

“Kemampuan siber ofensif dan defensif Australia berada dalam ‘bentuk yang wajar’ mengingat ukuran ekonominya,” kata Hanson.

Dia mendesak pihak pemerintah untuk meningkatkan permainannya jika mereka benar-benar ingin program itu berhasil. Dia juga meminta departemen terkait  perlu berbuat lebih banyak untuk mulai mematuhi standar keamanan siber pemerintah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA