Meski sudah memiliki hubungan diplomatik, Kenya jarang membuat pernyataan publik mengenai dukungannya terhadap Israel atau Palestina. Alih-alih, di samping menyediakan Kedutaan Besar Israel di Nairobi, Kenya juga mengizinkan Palestina membuka kantor perwakilannya.
Dimuat
Telesur pada Rabu (23/9), AS mendesak Kenya untuk mendukung secara penuh Israel. Caranya adalah dengan menawarkan
Free Trade Agreement (FTA) atau perjanjian perdagangan bebas.
Di tengah perundingan FTA antara Washington dan Nairobi, AS dipandang tengah menjebak Kenya dalam konflik Israel-Palestina.
Dalam tawarannya, AS mengatakan, Kenya dapat melakukan FTA dengan Washington jika menolak kampanye
Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) yang dilakukan oleh Liga Arab terhadap Israel.
Kesepakatan yang dilihat oleh surat kabar
The East African itu menyebutkan FTA harus mencegah tindakan yang bermotif politik untuk memboikot, melepaskan atau memberi sanksi kepada Israel.
AS juga lebih lanjut menginginkan penghapusan hambatan non-tarif untuk Israel.
"Penghapusan hambatan non-tarif bermotif politik atas barang-barang Israel, jasa atau perdagangan lain yang diberlakukan di Israel dan penghapusan boikot asing yang disponsori negara, tidak berizin terhadap Israel, atau kepatuhan terhadap Boikot Israel," bunyi kesepakatan tersebut.
Namun koordinator Jaringan Pajak dan Pemerintahan Afrika Timur dan wakil presiden Masyarakat Hubungan Internasional Kenya, Leonard Wanyama mengatakan, kesepakatan tersebut akan melemahkan reputasi negara.
"Karena hubungan khusus Kenya dengan Israel dan pendekatan pragmatisnya dalam menangani ketegangan di Timur Tengah, tuntutan AS untuk konotasi politik semacam itu di USFTA akan melemahkan reputasi negara," ujarnya.
Saat ini, AS sedang gencar mengakhiri gerakan BDS terhadap Israel. Termasuk dengan menjadi mediator normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: