Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kritik Vanuatu Di PBB Soal Masalah HAM Di Papua Harus Diterima Dengan Kepala Dingin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Sabtu, 26 September 2020, 21:02 WIB
Kritik Vanuatu Di PBB Soal Masalah HAM Di Papua Harus Diterima Dengan Kepala Dingin
Kritik Vanuatu yang disuarakan di PBB soal masalah HAM di Papua harus diterima dan ditanggapi dengan kepala dingin oleh Indonesia sambil terus mencari pendekatan yang efektif untuk masalah tersebut/Net
rmol news logo Baru-baru ini, Indonesia kembali menjadi sorotan internasional terkait isu Papua. Perwakilan Republik Vanuatu, Antonella Picone buka suara di sidang Dewan HAM PBB ke-45 pada Jumat (25/9) dan menyinggung soal isu tersebut.

Pada kesempatan itu, dia mengkritisi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang dia anggap belum memberikan laporan yang memadai mengenai diskriminasi terhadap suku asli Papua di Indonesia.

Menurutnya, warga suku asli Papua juga memiliki hak untuk hidup dengan aman tanpa diskriminasi. Namun hak tersebut diusik oleh gelombang kekerasan terbaru yang menewaskan seorang pendeta di Kabupaten Intan Jaya dan diduga dilakukan oleh unit militer Indonesia.

Di PBB, Picone lantang menekankan bahwa dalam kasus ini, Komite Hak Asasi Manusia di bawah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) perlu meminta pemerintah Indonesia memberikan data terkait hak sipil dan politik yang berhubungan dengan isu HAM di Papua.

Kritik dari Vanuatu tersebut sebaiknya diterima dan ditanggapi dengan kepala dingin oleh pemerintah Indonesia.

"Kritik Vanuatu perlu diterima dengan kepala dingin dan dengan hati, bukan dengan defensif. Karena bagaimanapun juga memang masih ada masalah penggunaan kekerasan untuk berbagai alasan sosial dan politik di Papua, tengoklah komentar-komentar Komnas HAM tentang Papua," kata praktisi dan juga pengajar Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja kepada redaksi Kantor Berita Politik RMOL.ID pada Sabtu malam (26/9).

Dinna menjelaskan bahwa keprihatinan mengenai masalah di Papua juga sebenarnya bukan hanya datang dari luar negeri, tapi juga dalam negeri.

"Komnas HAM yang otoritas HAM di negeri ini pun masih menyuarakan keprihatinan tentang Papua, artinya memang Indonesia harus memperbaiki pendekatannya pada Papua agar negara lain tidak punya amunisi untuk membawa isu seperti ini ke forum multilateral," jelasnya.

Lebih lanjut Dinna menekankan bahwa sejumlah pendekatan lain bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani isu Papua, termasuk dengan menggandeng ASEAN.

"Jika memang masih ada keberatan pihak PBB berkunjung ke Papua, maka berilah kesempatan pada Komnas HAM & AICHR (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights) alias komisi HAM-nya ASEAN untuk melihat duduk masalah yang sesungguhnya dan memberikan solusi yang berperspektif HAM," ujar Dinna.

"Jika pada lembaga-lembaga ini pun Indonesia menutup diri, wajar saja jika negara-negara lain sinis pada Indonesia, apalagi saat ini Indonesia duduk sebagai anggota Dewan HAM," tandasnya.

Perlu diketahui bahwa Vanuatu lantang menyuarakan masalah Papua karena negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan ini terletak di sebelah timur Australia, di timurlaut Kaledonia Baru, barat Fiji dan selatan Kepulauan Solomon, di mana banyak bangsa Melanesia yang tinggal di sana, salah satunya adalah orang-orang Papua. Sehingga, jika sesuatu terjadi dengan masyarakat Papua di mana pun berada, maka Vanuatu tidak segan untuk bereaksi.

Sementara itu, kasus penembakan seorang Pastor bernama Yeremia Zanambani adalah kasus pembunuhan ketiga yang menargetkan pendeta di Kabupaten Intan Jaya, Papua, sejak tahun 2004. Hal itu disampaikan oleh sebuah persekutuan gereja. Ada dugaan bahwa pembunuhan dilakukan oleh anggota TNI. Namun pihak TNI tegas membantah tuduhan tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA