Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kritik Isu HAM Papua Di PBB, Hikmahanto: Vanuatu Terlalu Cepat Ambil Kesimpulan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Minggu, 27 September 2020, 09:10 WIB
Kritik Isu HAM Papua Di PBB, Hikmahanto: Vanuatu Terlalu Cepat Ambil Kesimpulan
Kritik Vanuatu soal isu HAM di Papua jangan sampai melunturkan semangat pemerintah Indonesia Bangun Papua/Net
rmol news logo Kritik Vanuatu di PBB atas isu HAM di Papua baru-baru ini agaknya terlalu terburu-buru dilontarkan. Pasalnya, kasus penembakan terbaru yang terjadi di Papua saat ini masih dalam penyelidikan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Untuk diketahui bahwa perwakilan Republik Vanuatu, Antonella Picone buka suara di sidang Dewan HAM PBB ke-45 pada Jumat (25/9) dan menyinggung soal isu tersebut.

Pada kesempatan itu, dia mengkritisi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) yang dia anggap belum memberikan laporan yang memadai mengenai diskriminasi terhadap suku asli Papua di Indonesia.

Menurutnya, warga suku asli Papua juga memiliki hak untuk hidup dengan aman tanpa diskriminasi. Namun hak tersebut diusik oleh gelombang kekerasan terbaru yang menewaskan seorang pendeta di Kabupaten Intan Jaya dan diduga dilakukan oleh unit TNI.

Di PBB, Picone lantang menekankan bahwa dalam kasus ini, Komite Hak Asasi Manusia di bawah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) perlu meminta pemerintah Indonesia memberikan data terkait hak sipil dan politik yang berhubungan dengan isu HAM di Papua.

Namun Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, tuduhan Vanuatu terlalu tergesa-gesa.

"Menurut saya, wakil Vanuatu itu terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan menuduh TNI yang bertanggungjawab. Padahal dalam ini sedang dalam investigasi oleh pihak Polda," kata Hikamahanto kepada redaksi Kantor Berita Politik RMOL.ID akhir pekan ini.

Dia justru menduga bahwa perwakilan Vanuatu sedang mencari panggung dengan buka suara di PBB.

"Saya menduga wakil Vanuatu sedang mencari panggung karena setiap kalau menyampaikan debat di sidang Majelis Umum, Vanuatu selalu mencari kesalahan Indonesia dan menghantam dalam kaitan Papua," jelasnya.

Meski begitu, Hikmahanto menilai bahwa pemerintah perlu menanggapi kritik tersebut dengan bijak.

"Biar nanti dibantah oleh Wakil Tetap RI di PBB dengan data yang lebih akurat," ujar Hikmahanto.

"Tidak perlu dihantam balik Vanuatu dengan protes diplomatik atau pemutusan hubungan diplomatik," sambungnya.

Lebih lanjut dia menggarisbawahi agar kritik tersebut tidak melunturkan semangat pemerintah Indonesia dalam membangun Papua.

"Biarkan mereka menggonggong, Indonesia harus tetap komit dalam membangun Papua dan mensejahterakan rakyat Papua," tandas Hikmahanto yang juga merupakan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani).

Perlu diketahui bahwa Vanuatu lantang menyuarakan masalah Papua karena negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan ini terletak di sebelah timur Australia, di timurlaut Kaledonia Baru, barat Fiji dan selatan Kepulauan Solomon, di mana banyak bangsa Melanesia yang tinggal di sana, salah satunya adalah orang-orang Papua. Sehingga, jika sesuatu terjadi dengan masyarakat Papua di mana pun berada, maka Vanuatu tidak segan untuk bereaksi.

Sementara itu, kasus penembakan seorang Pastor bernama Yeremia Zanambani adalah kasus pembunuhan ketiga yang menargetkan pendeta di Kabupaten Intan Jaya, Papua, sejak tahun 2004. Hal itu disampaikan oleh sebuah persekutuan gereja. Ada dugaan bahwa pembunuhan dilakukan oleh anggota TNI. Namun pihak TNI tegas membantah tuduhan tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA