Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kisruh Politik PM Malaysia: Saling Tikam Mahathir, Muhyiddin, Dan Anwar Ibrahim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 29 September 2020, 04:32 WIB
Kisruh Politik PM Malaysia: Saling Tikam Mahathir, Muhyiddin, Dan Anwar Ibrahim
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim/Net
rmol news logo Suhu politik Malaysia yang terus memanas sejak mundurnya Mahathir Mohamad sebagai Perdana Menteri (PM) pada Februari lalu disebabkan kisruh tiga tokoh politik paling berpengaruh di negeri Jiran.

Analisa tersebut dikupas tuntas oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim, dalam diskusi virtual RMOL World View bertajuk "Rebutan Kursi PM Malaysia", Senin (28/9).

Sudarnoto memaparkan, Mahathir yang dikenal sebagai sosok nasionalis Malaysia memang menghadapi krisis kepemimpinan ketika kawan satu koalisinya, Anwar Ibrahim menyebut Mahathir berkhianat.

Karena awalnya, Mahathir dan Anwar berkongsi untuk menjatuhkan Najib Razak pada pemilu 2018 lalu. Sehingga dibentuklah koalisi partai yang terdiri dari Parti Pribumi Bersatu Malaysia, Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Partai Islam se-Malaysia (PAS), Gabungan Parti Sarawak (GPS), dan Parti Warisan Sabah.

Dalam pembentukan koalisi tersebut, kedua tokoh tersebut membuat perjanjian bahwa setelah 2,5 tahun menduduki posisi PM, Mahathir akan menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada Anwar, namun nyatanya tidak.

"Nah, Anwar merasa dikhanati Mahathir, jadi mulailah pertentangan dua tokoh ini, sampai kemudian (perjanjian Mahathir-Anwar) kasus 2018, pemilu yang kemarin itu pemerintah (Najib Razak) kemudian jatuh," ujar Sudarnoto memaparkan.

"Karena ada pertentangan yang luar biasa dikalangan koalisi antara partainya Mahathir dan Anwar, isunya ya Anwar minta supaya segera saja Mahathir mundur. Jadi ingin dipercepat. Mahathir enggak mau cepat-cepat begitu. Dia akan mundur sebelum November 2020. Tapi sudah terlanjur terjadi konflik begini," sambungnya.

Alhasil, Mahathir jatuh dikarenakan dinamika politik yang kisruh di parlemen. Di mana, sejumlah Anggota dari satu partai koalisi Mahathir-Anwar, Partai Keadilan Rakyat (PKR) keluar dari parlemen.

"Di satu sisi dikalangan PKR sendiri konflik juga diinternal. Jadi salah satu ketua membelot, bahkan 10 anggota keluar dari parlemen dan bergabung ke PAS, partai Islam. Nah, terjadi proses pelemahan di internal PKR, dan kemudian juga di UMNO juga begitu," beber Sudarnoto.

Karena tidak mendapat dukungan dari Partai yang dipimpin Anwar tersebut, akhirnya Mahathir mengundurkan diri sebagai ketua partai dan sekaligus PM.

Namun, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekosongan jabatan, Mahathir menghadap kepada Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah. Alhasil, dia ditunjuk sebagai PM Ad Interim untuk persiapkan proses politik selanjutnya.

Tidak lama setelah itu, Mahathir mendapat menuver politik dari kadernya sendiri, Muhyiddin Yasin, yang memanfaatkan kekisruhan politik yang ada untuk maju sebagai PM.

Sudartnoto melihat, Muhyiddin melakukan strategi "Parlemen Pintu Belakang" untuk bisa maju sebagai PM. Di mana, dia melakukan lobi-lobi politik ke anggota Parlemen untuk membisiki Raja Malaysia memilih dirinya menggantikan Mahathir.

"Sultan (Raja Malaysia) memanggil satu-satu anggota parlemen, menanyakan sebetulnya siapa yang kalian pilih, yakini untuk menjadi perdana menteri. Itu belum pernah terjadi dalam sejarah politik Malaysia. Setelah itu kemudian Sultan meneruskan, oke kalau begitu yang jadi perdana menteri adalah Muhyiddin. Jadi Mahathir merasa ditikam juga oleh Muhyiddin," kata Sudarnoto.

"Itulah yang disebut dengan parlemen pintu belakang. Parlemen pintu belakang itu membentuk anggota parlemen sekaligus mendirikan sebuah pemerintahan yang disahkan oleh Yang di-Pertuan Agong tanpa proses politik. Ini preseden pertama dalam sejarah Malaysia ada pemerintahan yang disahkan oleh sultan tidak melalui pemilu," lanjutnya.

Oleh karena itu, Sudanoto menilai kisruh politik Malaysia dikarenakan adanya uoaya tikam menikam antara Mahathir, Anwar Ibrahim dan Muhyiddin. Di mana, posisi Mahathir yang sudah dihantam isu pengkhiantan oleh koalisinya sendiri kemudian dikudeta oleh kadernya sendiri.

"Sama saja artinya menurut saya dengan sebetulnya Muhyiddin melakukan kudeta terhadap kekosongan (jabatan PM) itu untuk memanfaatkan kelemehan Mahathir. Dan disaat yang bersamaan Anwar Ibrahim juga tidak bisa melakukan apa-apa pada saat itu karena situasi sudah sangat luar bisa," ungkapnya.

"Jadi Mahathir merasa di tikam oleh Muhyiddin, kemudian Anwar Ibrahim juga ditikam oleh Mahathir. Jadi tikam-tikaman begitu," demikian Sudarnoto Abdul Hakim. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA