Tikhanovskaya mengatakan kepada AFP bahwa Uni Eropa harus memperluas sanksi yang direncanakan dengan memasukkan sejumlah bisnis yang mendukung pemerintah otoriter Presiden Alexandr Lukashenko.
"Protes tidak akan berhenti," katanya dalam sebuah wawancara di Ibukota Lithuania Vilnius di mana dia melarikan diri setelah kekalahannya melawan Lukashenko dalam pemilihan 9 Agustus, seperti dikutip dari
AFP, Senin (28/9).
"Rakyat tidak akan menerima rezim yang mereka jalani selama bertahun-tahun ini,†lanjutnya.
Selama sesi wawancara, perempuan berusia 38 tahun itu juga mengungkapkan harapannya untuk bertemu Macron selama kunjungan dua hari ke Lituania, yang dimulai pada Senin (28/9) malam waktu setempat.
Jika terjadi, hal itu akan menjadi pertemuan paling penting Tikhanovskaya sejauh ini sejak pemilihan yang disengketakan dan minggu-minggu protes massal yang belum pernah terjadi sebelumnya di Belarusia di mana dia telah menginspirasi para pengunjuk rasa.
Pemimpin oposisi itu sebelumnya telah bertemu dengan para pemimpin di negara tetangga Polandia dan Lithuania, yang telah memimpin diplomasi Eropa di Belarus, dan dengan menteri luar negeri Uni Eropa di Brussel.
"Sekarang saatnya Belarusia membutuhkan bantuan dalam memulai dialog," katanya, seraya menambahkan bahwa Macron bisa menjadi salah satu mediator dalam krisis.
UE sedang mempertimbangkan sanksi terhadap Lukashenko dan tokoh terkenal lainnya yang dianggap bertanggung jawab atas tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
Tapi Tikhanovskaya mengatakan pihaknya bisa melangkah lebih jauh dan mengadopsi sanksi ekonomi terhadap bisnis pengusaha individu yang mendukung rezim Lukashenko.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: