Rencana Washington tersebut memicu kekhawatiran akan berubahnya Irak sebagai zona pertempuran.
Pasalnya, setiap langkah AS untuk mengurangi kehadiran diplomatiknya di mana ia memiliki 5.000 tentara di sana dianggap sebagai eskalasi konfrontasi terhadap Iran.
Pada gilirannya, hal tersebut dapat membua kemungkinan aksi militer, hanya beberapa pekan sebelum pemilihan presiden AS, seperti dimuat
Reuters.
Melalui sebuah panggilan telepon dengan Presiden Barham Salim pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengancam akan menutup kedutaan besar AS.
Sementara itu, dua sumber pada Minggu (27/9) menyebut Washington mulai mempersiapkan diri untuk menarik staf diplomatiknya jika keputusan tersebut diambil.
Ulama populis Irak, Moqtada al-Sadr, yang memimpin jutaan warga Irak, pekan lalu memohon agar kelompok-kelompok itu menghindari kejengkelan yang akan mengubah Irak menjadi medan pertempuran.
Salah satu diplomat Barat mengatakan pemerintah AS tidak ingin dibatasi dalam pilihan mereka untuk melemahkan Iran atau milisi pro-Iran di Irak.
Departemen Luar Negeri AS sendiri enggan memberikan penjelasan ketika ditanya tentang rencana untuk mundur dari Irak.
"Kami tidak pernah mengomentari percakapan diplomatik pribadi Menlu dengan para pemimpin asing. Kelompok-kelompok yang didukung Iran yang meluncurkan roket ke Kedutaan Besar kami adalah bahaya tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi Pemerintah Irak," jelas departemen.
Pada awal September, militer AS mengatakan akan mengurangi kehadirannya di Irak menjadi 3.000 dari 5.200 tentara.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: