Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pekerja Migran Di Rusia Tinggal di Kamp-Kamp Sementara Menunggu Giliran Pulang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 29 September 2020, 14:36 WIB
Pekerja Migran Di Rusia Tinggal di Kamp-Kamp Sementara Menunggu Giliran Pulang
Peta wilayah Azerbajian dan Moskow Rusia/Net
rmol news logo Ratusan migran Azerbaijan tidur terdampar di sepanjang Jalan Raya Kaukakus di Republik Degestan, selatan Rusia. Mereka mendirikan tenda di sana selama berminggu-minggu, 30 kilometer dari perbatasan Azerbaijan. Mereka tertahan tidak bisa pulang karena adanya perbatasan ditutup sebagai penanganan virus corona.

Meski ditutup, tetapi otoritas perbatasan mengizinkan antara 400 sampai 500 warga menyeberang tiap-tiap Selasa. Sementara hingga 360 orang diizinkan untuk tinggal di kamp tenda dekat Desa Kullar yang didukung oleh Kementerian Situasi Darurat Rusia, mengantre untuk giliran menyeberang.

Lebih dari seribu orang lainnya tidur di mana pun mereka bisa di sekitar desa, beberapa tanpa atap di atas kepala mereka, menurut kelompok hak asasi manusia.

"Minggu depan saya akan benar-benar kehabisan uang," kata Yusif Kurinov, 32 tahun, seorang pekerja konstruksi musiman yang melakukan perjalanan ke kota terbesar Dagestan, Makhachkala, seperti dikutip dari The Moscow Times.

Ratusan ribu pekerja Azerbaijan pergi merantau mencari kerja ke Rusia setiap tahunnya untuk mencari upah yang lebih baik.

Dinas Keamanan Federal (FSB) mencatat sekitar 2,4 juta pekerja migran datang ke Rusia pada paruh pertama tahun lalu.

Tetapi tahun ini, penguncian virus corona yang dilakukan Rusia, yang berlangsung dari pertengahan Maret hingga awal Juni, telah memukul pekerja migran.

Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Group for Migration and Ethnicity Research yang berbasis di Moskow, 75 persen migran kehilangan pendapatan, baik karena PHK atau cuti paksa tanpa dibayar.

Kehilangan pekerjaan membuat mereka harus segera kembali ke tanah air mereka, Azerbaijan. Mereka berbondong-bondong melintasi jalan yang diyakini bisa mereka lewati untuk menyeberang ke negara mereka melalui darat, meskipun mereka tahu perbatasan tersebut masih ditutup.

Kebanyakan dari mereka adalah orang Uzbek dan Kirgiz, dan mereka yakin bisa melintas lewat Kazakhstan.

Sementara ribuan orang diijinkan meninggalkan kamp dan pulang melalui Kazakhstan awal bulan ini, sekitar 100-150 orang berdatangan terus menerus di kamp di Kinel setiap harinya, menurut surat kabar Novaya Gazeta.

"Kami berulang kali mengingatkan, bahwa berita yang mengatakan perbatasan telah dibuka itu adalah palsu. Mereka terus berdatangan dan menumpuk di sini," kata juru bicara Kedutaan Besar Uzbekistan di Rusia.

Namun, kelompok hak asasi mengatakan negara asal para migran harus berbuat lebih banyak untuk memulangkan mereka.

“Azerbaijan tidak melakukan cukup banyak,” kata Afik Allakhverdiyev dari Organisasi Otonomi Etnis-Budaya Azerbaijan yang berbasis di Moskow, tentang aliran pengungsi yang kembali melalui Dagestan.  “Sebulan dari sekarang situasi ini akan menjadi jauh lebih buruk.”

Pendatang yang tidak mampu membeli tenda akan membangunnya dari tongkat dan terpal, menurut laporan Human Rights Watch. Kelompok hak asasi internasional juga melaporkan bahwa kondisi itu akan memburuk, pengungsian itu akan semakin padat, kurangnya sanitasi dan kamp tidak memiliki perawatan medis.

“Kondisinya benar-benar tidak manusiawi,” Valentina Chupik, seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Moskow yang mengoperasikan hotline untuk para migran, mengatakan kepada The Moscow Times setelah mengunjungi kamp tersebut.

Dia percaya kedutaan harus mengatur penerbangan charter dan kereta untuk memulangkan para migran.

Chupik yakin keadaan yang serba sulit itu bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Beberapa diaspora migran telah memangsa dengan menawarkan penyeberangan lewat darat dengan harga murah dengan cara menjual tiket bus, dan itu belum tentu bisa jalan.

“Ini salah kami sendiri: Kami mempercayai beberapa orang melalui telepon,” kata seorang migran kepada outlet berita lokal minggu lalu, mengisahkan ia telah ditipu.

“Kami ingin berhemat karena tiket pesawat sangat mahal, tapi ternyata kami sudah menghabiskan jumlah yang sama untuk makan dan kamar hotel karea kami ingin punya tempat untuk mandi.”

Sejak ekonomi Rusia dibuka kembali pada akhir musim semi, pekerjaan sebagian besar telah kembali ke tingkat normal bagi pekerja migran, kata Evgeni Varshaver, kepala Kelompok Penelitian Migrasi dan Etnis. Tetapi ketika gelombang virus corona kedua kembali mengancam Rusia, ketidakpastian pun kembali muncul. Lapangan kerja pun terimbas jauh lebih menyedihkan dari gelombang virus pertama.

Namun sementara beberapa pekerja migran sangat ingin segera pulang, yang lain tetap sama putus asa untuk pergi ke Rusia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA