Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menuju 19 Tahun Invasi AS, Bagaimana Masa Depan Afganistan Di Tangan Taliban?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 06 Oktober 2020, 13:39 WIB
Menuju 19 Tahun Invasi AS, Bagaimana Masa Depan Afganistan Di Tangan Taliban?
Kesepakatan damai antara Amerika Serikat dan Taliban pada Februari 2020/Net
rmol news logo Besok, Rabu (7/10), adalah peringatan 19 tahun invasi Amerika Serikat ke Afganistan. Sejak 7 Oktober 2001, invasi militer Washington untuk menggulingkan militan Al Qaeda telah berujung pada perang jangka panjang.

Invasi terjadi setelah Al Qaeda diyakini sebagai dalang dibalik serangan 11 September 2001 yang menewaskan hampir 3.000 orang di Amerika.

Setelah 19 tahun, Taliban yang berafiliasi dengan Al Qaeda mendorong mendorong untuk kembali berkuasi, setelah menandatangani kesepakatan dengan AS pada Februari.

Kesepakatan tersebut berbunyi, AS akan menarik pasukannya dari Afganistan dengan imbalan perjanjian damai antara Taliban dengan pemerintah di Kabul.

Meski begitu, perjanjian damai yang dimulai di Doha bulan lalu masih belum mendapatkan titik terang. Kedua belah pihak masih disibukkan dengan berbagai protokol dan belum menyentuh banyak substansi.

Dilaporkan AFP, Taliban dan pemerintah belum membahas masalah mengenai hak-hak perempuan dan kebebasan berekspresi.

Rezim Taliban selama ini dikenal sangat keras. Mereka membunuh wanita yang dituduh melakukan perzinahan, menyerang kelompok agama minoritas, dan melarang anak perempuan pergi ke sekolah.

"Saya mengingat rezim Taliban seperti mimpi buruk. Kami mengkhawatirkan masa depan kami dan masa depan putri saya," kata seorang ibu di Kabul, Katayoun Ahmadi.

Peneliti dari Institut Afganistan untuk Studi Strategis, Farzad Farnood, mengatakan peningkatan kekerasan Taliban sejak kesepakatan ditandatangani antara kelompok garis keras dan Washington menunjukkan bahwa militan tidak berubah.

"Apakah ini menciptakan harapan bagi orang Afghanistan? Tidak," katanya.

Ketika remaja, Farnood mengungkap, ia menyaksikan Taliban melempari seorang wanita sampai mati dan eksekusi publik serta cambukan di stadion sepak bola Kabul. Keluarganya harus menyembunyikan antena televisi hitam-putih mereka di pohon ketika Taliban melarang musik dan hiburan.

Mantan anggota Taliban, Zia-ul-Rahman, mengatakan kelompok tersebut sedang mendorong pembentukan sistem Islam, walaupun sebenarnya konstitusi di Afganistan telah mengutamakan agama.

Di sisi lain, keterlibatan AS di Afghanistan sendiri telah menghabiskan banyak uang. Sebanyak lebih dari 1 triliun dolar AS dihabiskan dengan sekitar 2.400 pasukan gugur.

Meski begitu, masih ada perdebatan antara pemerintahan Presiden Donald Trump dengan parlemen terkait penarikan pasukan di Afganistan.

Beberapa anggota parlemen AS telah mengatakan mereka akan menentang kesepakatan apa pun yang gagal melindungi perempuan dan minoritas, tetapi pemerintahan Trump telah menekankan bahwa mereka tidak ingin berbuat banyak dengan hasil yang menurutnya akan menjadi "milik Afghanistan". rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA