Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Survei: Lebih Dari 85 Persen Publik Swedia Dan Jepang Punya Citra Negatif Tentang China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 07 Oktober 2020, 16:43 WIB
Survei: Lebih Dari 85 Persen Publik Swedia Dan Jepang Punya Citra Negatif Tentang China
Bendera Swedia dan China/Net
rmol news logo Pandangan dunia internasional terhadap China mulai memburuk dalam dua dekade terakhir, dan semakin buruk selama pandemi Covid-19.

Pew Research Center bahkan menyebut pandangan tersebut memburuk mencapai titik terendah dalam sejarah.

Dalam survei yang dilakukan oleh Pew, Swedia dan Jepang menduduki peringkat teratas negara-negara maju dengan citra China paling negatif.

Hal tersebut mencerminkan tren internasional, karena sebagian besar orang di 14 negara mulai dari Amerika Serikat hingga tetangga langsung China yang disurvei oleh Pew saat ini memiliki citra negatif terhadap China.

"Tren ini sangat jelas selama dua dekade terakhir, dan mencapai rekor tertinggi dalam sejarah selama pandemi Covid-19," ujar lembaga opini yang berbasis di Washington itu.

Salah satu negara yang mengalami perubahan opini terbesar pada China adalah Swedia.

Pada 2007, 40 persen orang Swedia memiliki citra negatif tentang China. Pada musim panas 2020, angka itu melonjak hingga 85 persen, menempatkan Swedia di peringkat teratas di antara negara-negara yang disurvei, kedua setelah Jepang.

Di Jepang, 86 persen penduduk sekarang memiliki citra negatif tentang China, naik dari 42 persen pada 2002.

Australia mengalami peningkatan relatif tertinggi, di mana 81 persen sekarang memandang negara itu tidak menguntungkan, peningkatan 24 persen dari tahun sebelumnya.

Selain itu, Pew juga melihat seberapa besar kepercayaan dunia luar terhadap Presiden China Xi Jinping untuk bertindak bijak dalam masalah internasional. Hasilnya pun ikut turun dari 2019 ke 2020.

Tahun lalu, 50 persen populasi AS kurang percaya diri pada Xi Jinping, dibandingkan dengan 77 persen tahun ini. Di Swedia, angkanya bahkan lebih tinggi, yaitu 67 persen tahun lalu dan 82 persen tahun ini.

Radio Swedia mencantumkan beberapa alasan untuk menjelaskan tren ini, yang jelas diperburuk oleh virus korona yang berasal dari provinsi Hubei, Cina.

Pertama, pengaruh China di seluruh dunia meningkat seiring dengan kekayaan dan kekuatannya, yang memicu ketidakpercayaan. Kedua, banyak negara kehilangan industri manufakturnya karena China, yang sering dianggap sebagai pabrik dunia.

Ketiga, kebijakan dalam negeri dan luar negeri Beijing yang semakin percaya diri telah berkontribusi pada beberapa perselisihan diplomatik.

Misalnya, protes di Hong Kong selama berbulan-bulan tetap menjadi topik hangat di kalangan publik dan politisi internasional. Sikap Beijing, termasuk pemberlakukan UU keamanan nasional telah memicu banyak kritik di luar negeri dan dipandang oleh banyak orang sebagai ancaman bagi otonomi kota itu.

Masalah kontroversial lainnya adalah isu pelanggaran HAM oleh China kepada minoritas Uighur.

Hubungan Swedia-Cina khususnya dalam beberapa tahun terakhir mengalami banyak ketegangan. Tahun lalu, Polisi Keamanan Swedia (SAPO) menunjuk China sebagai ancaman terbesar bagi negara itu, selain Rusia.

Selain itu, kecurigaan keterlibatan raksasa telekomunikasi Huawei dalam upaya mata-mata pemerintah China tetap menjadi topik utama di Swedia, meskipun dengan keras dibantah oleh perusahaan itu sendiri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA