Melalui akun Twitter-nya pada Sabtu (10/10), Gargash mengutuk keberadaan militer Turki di Teluk Arab yang dapat memicu ketegangan di kawasan.
"Kehadiran militer Turki di Teluk Arab adalah keadaan darurat, dan itu berkontribusi pada polarisasi negatif di wilayah tersebut," kata Gargash, seperti dikutip
The National.
"Adalah keputusan elit yang berkuasa di kedua negara yang memperkuat kebijakan polarisasi dan tidak memperhitungkan kedaulatan negara serta kepentingan Teluk maupun rakyatnya. Kawasan kita tidak membutuhkan garnisun regional dan memicu hubungan kolonial era sebelumnya," sambung dia.
Sebelumnya, Kamis (7/10), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, kehadiran militernya di Qatar bertujuan untuk memastikan perdamaian di wilayah tersebut dan tidak perlu menjadi peringatan.
Ia menyebut, tidak ada pihak yang perlu merasa terganggu dengan kehadiran militer Turki di Qatar selama mereka tidak menyebarkan kekacauan.
Keberadaan pasukan militer Turki di Qatar sudah berlangsung sejak Juni 2017, setelah kedua negara menandatangani perjanjian keamanan pada 2015.
November lalu, sebuah pangkalan militer Turki dibangun di dekat Doha sebagai bagian dari perjanjian keamanan dan menampung sekitar 5.000 tentara.
Kedekatan Ankara dan Doha terjadi setelah Arab Saudi, UEA, Bahrain, serta Mesir mengumumkan boikot terhadap Qatar karena campur tangannya dalam urusan internal dan dukungan untuk kelompok teroris seperti Ikhwanul Muslimin.
Pada Rabu (7/10), Erdogan mengadakan pertemuan dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim di Doha setelah mengunjungi Kuwait untuk menyampaikan belasungkawa atas kematian Sheikh Sabah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: