Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Prof Muradi: Paska Perang Dingin Konsepsi Tentang Musuh Negara Berubah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 12 Oktober 2020, 18:08 WIB
Prof Muradi: Paska Perang Dingin Konsepsi Tentang Musuh Negara Berubah
Guru Besar Ilmu Pertahanan Universitas Padjajaran/Repro
rmol news logo Sejumlah negara menawarkan pesawat jet tempur untuk Indonesia. Meski perang antar negara belum terjadi, paska perang dingin, pembelian alutsista dibutuhkan untuk persiapan militer ke depan.

Pakar militer dari Universitas Padjajaran, Prof Muradi mengatakan, saat ini musuh Amerika Serikat tidak bipolar seperti pada perang dingin dahulu.

“Paska perang dingin saya kira musuhnya tidak lagi bipolar ya, sudah multipolar. Jadi, saya kira tidak lagi Amerika Serikat dengan China, atau Amerika Serikat dengan Rusia,” kata Prof Muradi dalam acara diskusi virtual RMOL World View, Senin (12/10).

“Tapi, Amerika Serikat dengan yang lain, dengan banyak negara, dan juga China dengan lain dan sebagainya,” imbuhnya.

Amerika Serikat sendiri, saat ini tengah mendekati sejumlah negara-negara sekutu musuhnya.

Misalnya, Indonesia yang menjadi kawan dari lawan AS, China didekati AS untuk dapat melakukan perlawanan terhadap negara tirai bambu itu.

Dalam pandangan Prof Muradi, anggapan bahwa AS mengintervensi kawan musuhnya itu tidak relevan.

“Saya kira isu tersebut tidak lagi relevan, dalam konteks ini. Walaupun, misalnya mereka mengintervensi, kita punya alternatif lain, yang mungkin kita tidak miliki ketika perang dingin. Begitu juga Amerika Serikat menolak, enggak bisa dipidanain karena kita enggak bisa ke atas ke bawah ke samping kan gitu. Ya udah, Kita menuruti apa yang mereka mau,” ucapnya.

Melihat China yang saat ini semakin maju, Muradi melihat Rusia dan Eropa yang lambat laun akan mandiri setelah kelur dari teritori Inggris.

Fakta politik itulah, kata Prof Muradi, dapat menjadi poin penting bagi Indonesia dalam memilih apa yang dibutuhkan beberapa negara tersebut.

“Sejauh ini, saya kira kebutuhan kita memang katakanlah agreement punya Swedia atau misalnya sekelas 16 refurbish yang kemarin 24 hibah dari AS itu sudah cukup bisa kemudian menjadi penjaga (kalau perang),” katanya.

Prof Muradi kemudian mencontohkan, jika terjadi pertempuran pesawat jet, bukanlah bagaimana kecanggihan pesawat tempur melainkan orang atau pilot yang memainkan perlawanan itu.

“Saya kira, bergantung pada pilotnya. Kalau pilotnya lebih lincah, lebih jago saya kira bisa memenangkan itu. Dog figher sekali lagi bukan utama, tapi lebih utama adalah pilotnya. Itu saya kira pelajaran yang penting buat kita untuk bisa mengembangkan diri, selain teknologi juga kemudian pada skill capacity dsri masing-masing SDM kita sendiri,” tandasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA