Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Palm Oil Monitor Tuding Norwegia Diam-Diam Danai Kampanye Tolak Omnibus Law Di Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 15 Oktober 2020, 22:59 WIB
Palm Oil Monitor Tuding Norwegia Diam-Diam Danai Kampanye Tolak Omnibus Law Di Indonesia
Gambar tangkapan layar dari artikel asli yang dimuat di Palm Oil Monitor/RMOL
rmol news logo Indonesia menjadi sorotan di panggung internasional sejak beberapa waktu terakhir. Tepatnya setelah Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja disahkan di DPR dan memicu gelombang unjuk rasa, baik di Jakarta maupun sejumlah daerah lainnya.
 
Aksi unjuk rasa terbaru terjadi pada awal pekan ini (Senin, 13/10), di mana ribuan orang turun ke jalanan di ibukota untuk menyuarakan penentangan akan Omnibus Law. Aksi yang juga dikenal dengan sebutan aksi 1310 ini diwarnai oleh sejumlah insiden dan gesekkan antara pendemo dengan petugas keamanan.

Di tanggal yang sama, muncul artikel di situs yang menyebut diri mereka sebagai Palm Oil Monitor, palmoilmonitor.org, yang berjudul "Why Is Norway Secretly Funding Attacks Against President Jokowi’s Omnibus Law?".

Artikel ini mengundang sorotan tersendiri di tengah memanasnya isu Omnibus Law di Indonesia. Pasalnya, artikel ini menuding adanya keterlibatan Norwegia dalam aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law yang terjadi di Indonesia.

Dalam pembukaan artikel tersebut dijelaskan bahwa Omnibus Law memiliki 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang mencakup undang-undang ketenagakerjaan, perpajakan, pendaftaran bisnis, dan banyak lagi.

Menurut artikel tersebut, di dalam negeri Indonesia, mereka yang mendukung, memandang Omnibus Law sebagai proses reformasi yang sangat dibutuhkan untuk labirin legislatif dan sistem peraturan Indonesia. Sedangkan mereka yang mengkritik Omnibus Law melihatnya sebagai cara untuk melucuti perlindungan pekerja.

Namun kacamata pers internasional melihat dari sudut pandang lain. Masih kata artikel yang sama, liputan media internasional terkait dengan Omnibus Law ini lebih cenderung bernuansa lingkungan dan bernada anti-kelapa sawit. Terlebih jika merujuk pada aspek penyederhanaan aturan penilaian dampak lingkungan, yang dikenal sebagai AMDAL, yang juga tertuang dalam Omnibus Law tersebut.

Kritik soal soal Omnibus Law tersebut pun bukan hanya mengundang reaksi dari Indonesia, tapi juga dari pihak asing. Salah satunya adalah Mighty Earth. Ini adalah organisasi kampanye lingkungan global yang berbasis di Amerika Serikat, yang bekerja untuk melindungi hutan, melestarikan lautan, dan mengatasi perubahan iklim.

Artikel yang sama menyebut bahwa Mighty Earth, telah memimpin kampanye internasional menentang Omnibus Law di Indonesia.

Selama enam minggu terakhir, kata artikel tersebut, Mighty Earth telah mengeluarkan tidak kurang dari tiga pernyataan menentang Omnibus Law dan menyerukan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk menghentikannya. Alasannya adalah karena Omnibus Law akan merusak moratorium presiden, sehingga, industri kelapa sawit dan perusahaan besar internasional pun harus secara terbuka menentangnya.

Tidak berhenti sampai di situ, artikel yang sama menjelaskan bahwa Mighty Earth, yang terhubung dengan cabang dari firma lobi yang didirikan oleh mantan anggota Kongres Amerika Serikat Henry Waxman, telah secara aktif menyebarkan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja (sebelum diloloskan DPR) di sejumlah media Amerika Serikat seperti New York Time, serta outlet berita internasional seperti BBC dan DW.

Artikel di Palm Oil Monitor tersebut mengkritisi apa yang dikritik oleh Mighty Earth. Pasalnya, baru-baru ini, Mighty Earth dipaksa untuk mengungkapkan dana rahasia mereka oleh Pemerintah Norwegia untuk melakukan aktivitas anti-kelapa sawit.

"Inilah pertanyaannya: mengapa Pemerintah Norwegia membayar beberapa organisasi Amerika Serikat untuk menentang proses pembuatan undang-undang Indonesia dengan kedok kampanye anti-minyak sawit?" begitu pertanyaan yang disoroti oleh artikel tersebut.

Lebih lanjut Palm Oil Monitor, dalam artikel tersebut, mempertanyakan soal "intervensi" Norwegia dalam urusan domestik Indonesia.

Dijelaskan dalam artikel tersebut bahwa kerja sama bilateral Norwegia dengan Indonesia telah didokumentasikan dengan baik. Dukungan mereka untuk moratorium Presiden didukung oleh pemerintah Indonesia dan telah berjalan dengan baik. Insentif finansial Norwegia untuk mengurangi deforestasi di Indonesia juga menghasilkan pembayaran ke Indonesia.

Namun, kerja sama ini dirusak awal tahun ini ketika Rainforest Foundation yang didukung oleh Pemerintah Norwegia menulis laporan yang menyerang bahan bakar nabati Indonesia dan perjanjian perdagangan bebas antara kedua negara.

Dalam surat, yang diklaim telah dilihat oleh Palm Oil Monitor, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia menulis kepada para pemangku kepentingan kelapa sawit Indonesia bahwa, "Selama kemitraan kami, Indonesia telah menerapkan sejumlah reformasi kebijakan untuk meningkatkan praktik tata guna hutan dan lahannya. Indonesia sekarang telah memberikan hasil dalam pengurangan deforestasi… Kemitraan kami tampaknya berada di jalur yang benar… Fakta bahwa laporan tersebut telah menerima dukungan keuangan Norwegia tidak berarti kami setuju atau bertanggung jawab atas kesimpulannya." Begitu kata artikel Palm Oil Monitor.

Menurut artikel tersebut, surat itu dan kampanye tolak Omnibus Law yang gencar dilakukan oleh Mighty Earth (yang diduga didanai oleh pemerintah Norwegia - menurut Palm Oil Monitor), tampak bertolak belakang.

Dengan kata lain, Norwegia dengan tidak percaya menyatakan bahwa mereka tidak mendukung pesan tersebut, tetapi siap untuk mendukungnya secara finansial. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar.

Setidaknya ada tiga pertanyaan yang diungkapkan dalam artikel tersebut.

Pertama: Mengapa Norwegia terus membayar mantan anggota Kongres Amerika Serikat yang menjadi pelobi jutaan dolar untuk mengganggu urusan politik domestik Indonesia dan reformasi kebijakan selama krisis ekonomi dan kesehatan terbesar dalam ingatan baru-baru ini?

Kedua: Omnibus Law tampaknya tidak akan memengaruhi aturan yang ada seputar moratorium dan merupakan reformasi besar yang didukung secara pribadi oleh Presiden (Joko Widodo). Akankah Norwegia menolak serangan lebih lanjut terhadap reformasi kebijakan Presiden?

Ketiga: Apakah Norwegia serius dalam memelihara kemitraan kerjasama dengan Indonesia?

"Terserah Norwegia untuk memutuskan, tetapi 'serangan' yang sedang berlangsung dari Mighty Earth mempertanyakan komitmen Norwegia," begitu kutipan dari artikel tersebut.

Meski begitu, artikel Palm Oil Monitor tersebut agaknya tidak bisa ditelan mentah-mentah. Pasalnya, artikel tersebut tidak menyertakan keterangan resmi dari pihak terkait, ataupun menyajikan bukti valid.

Redaksi RMOL.ID berusaha mencari tahu lebih jauh mengenai Palm Oil Monitor. Tidak banyak yang bisa digali mengenai asal-muasal Palm Oil Monitor. Situs palmoilmonitor.org sendiri lebih menyerupai blog dengan sejumlah rekam jejak artikel terkait isu kelapa sawit di sejumlah negara yang dibuat sejak setidaknya tahun 2018 lalu.

Dijelaskan dalam situs tersebut bahwa ada dua penulis Palm Oil Monitor, yakni Pierre Bois d’Enghien. Dia disebut sebagai ahli agronomi dan lingkungan yang telah bekerja dengan banyak pemain terkemuka di Eropa dalam pengembangan perkebunan dan pertanian seperti Socfin, Siat, Feronia, dan Unilever.

Pierre, dalam keterangan di situs tersebut, memiliki gelar Magister Manajemen Lingkungan dan juga menjabat sebagai auditor utama RSPO. Dia adalah seorang penulis dan komentator di Eropa tentang masalah lingkungan, termasuk untuk surat kabar utama. Dia bepergian secara luas dalam perannya sebagai ahli agronomi dan konsultan, termasuk di Afrika dan Asia Tenggara.

Penulis kedua adalah Khalil Hegarty. Dalam keterangannya dijelaskan bahwa dia merupakan konsultan perdagangan dan keberlanjutan yang berbasis di Melbourne, Australia. Dia telah bekerja dengan sektor minyak sawit di Indonesia, Malaysia dan Nigeria, dan berkonsultasi dengan kelompok industri di Australia mengenai kebijakan perdagangan dan dengan pemerintah Australia, Jerman dan ASEAN dalam proyek perdagangan.

Dia disebut telah bekerja dengan sektor kehutanan di seluruh Amerika Serikat, Italia, Indonesia, Papua Nugini dan Republik Korea. Saat ini dia menjabat sebagai Associate Director di ITS Global, sebuah konsultan yang berbasis di Melbourne.

Sementara itu, di jagat Twitter, rekam jejak Palm Oil Monitor juga tidak banyak bisa digali. Palm Oil Monitor terlihat memiliki 309 pengikut (followers) di Twitter. Jumlah itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan sejumlah organisasi internasional lainnya, termasuk dengan Mighty Earth yang namanya disebut dalam artikel tersebut. Organisasi itu memiliki 3.507 pengikut di Twitter.

Keakuratan dari tuduhan yang dimuat dalam artikel Palm Oil Monitor agaknya perlu jadi tanda tanya sendiri. Pasalnya, rekam jejak lain dari Palm Oil Monitor yang ditelurusi oleh Redaksi RMOL.ID juga mengarah pada bantahan dari Environmental Investigation Agency (EIA) bulan Agustus 2020 soal tuduhan yang juga dilayangkan oleh Palm Oil Monitor.

Untuk diketahui, EIA adalah LSM internasional yang berbasis di London dan Washington D.C. dan telah didirikan sejak tahun 1984. Dibandingkan dengan Palm Oil Monitor, EIA lebih memiliki rekam jejak yang jelas dan terpercaya.

Dalam artikel berjudul "EIA response to Palm Oil Monitor article ‘Indonesia picks up allies in WTO palm fight’" disebutkan bahwa Palm Oil Monitor telah membuat tuduhan palsu terhadap EIA, juga terkait dengan sawit.

"Sebuah artikel di Palm Oil Monitor minggu lalu (Agustus 2020) membuat tuduhan palsu terhadap EIA, mengklaim bahwa kami didanai oleh UK AID untuk membantu lebih jauh kebijakan fiktif Uni Eropa yang berusaha melemahkan petani Indonesia dengan menghentikan mereka mengekspor minyak sawit ke Eni Eropa," begitu bunyi keterangan di artikel EIA tersebut.

"Ia (Palm Oil Monitor) juga menyatakan bahwa kami menganjurkan sistem sertifikasi sukarela Barat seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Kedua tuduhan itu salah dan kami meminta Pengawas Minyak Sawit untuk mempublikasikan pernyataan sanggahan ini secara lengkap," tegas keterangan yang sama. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA