Dalam postingannya di media sosial, Pashinyan berharap dengan prinsip tersebut dapat ditemukan solusi terbaik untuk dua negara.
"Prinsip 'pemisahan diri' yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik merupakan perwujudan modern dari prinsip penentuan nasib masyarakat itu sendiri," katanya, seperti dikutip dari
Armenpress, Jumat (16/10).
"Prinsip tersebut memberi kesempatan bagi masyarakat untuk memisahkan diri dari negara mana pun ketika ada diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia skala besar, atau risiko genosida," tulis Pashinyan.
"Prinsip itu juga dapat mengesampingkan penyatuan dengan suatu negara jika itu akan mengarah pada konsekuensi yang disebutkan di atas, ' lanjut Pashinyan.
Ia menambahkan bahwa keterlibatan teroris bayaran dan tindakan teroristik Turki dan Azerbijan selama ini, akan membuka mata dunia internasional sehingga bisa mencapai pemahaman yang luas tentang kasus Nagorno Karabakh.
Nagorno-Karabakh atau Artsakh adalah sebuah wilayah yang terletak di bagian selatan Kaukasus yang selama ini dihuni oleh mayoritas etnis Armenia, yang hingga sekarang menjadi klaim dua negara dan melahirkan peperangan antara Armenia dan Azerjaian.
Dalam pertempuran yang pecah baru-baru ini, bukan hanya tentara dari kedua belah pihak yang menjadi korban tetapi juga rakyat sipil.
Pashinyan menegaskan bahwa pasukan Armenia masih memegang kendali.
Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi nasional Armenia pada Kamis (15/10), Pashinyan mengatakan negaranya telah menderita 'banyak korban'.
"Saya membungkuk untuk semua korban, martir, keluarga mereka, orangtua mereka dan terutama ibu mereka dan saya menganggap kehilangan mereka sebagai kehilangan saya, kehilangan secara pribadi, kehilangan keluarga saya," kata Pashinyan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: