Pasalnya, para pengunjuk rasa menggunakan taktik bergerak cepat yang membuat para polisi menebak-nebak lokasi aksi akan diadakan.
Selain itu, mereka juga membanjiri media sosial dengan berbagai informasi mengenai aksi yang juga membuat para polisi kebingungan.
Alhasil, para pengunjuk rasa kedua negara tersebut disebut dengan Aliansi Teh Susu, mengacu pada minuman populer di kedua tempat.
Dilaporkan
The Straits Times, puluhan ribu pengunjuk rasa anti-pemerintah mengambil alih persimpangan utama di Bangkok pada Minggu (18/10).
Berdiri di tengah hujan, mereka menggunakan ponco dan payung warna-warni sembari menyerukan agar para aktivis yang ditahan segera dibebaskan.
"Bebaskan teman-teman kami!" teriak mereka.
Pengacara Thailand untuk Hak Asasi Manusia menyebut, setidaknya 80 pengunjuk rasa telah ditangkap sejak Selasa lalu (13/10), dengan 27 di antaranya masih ditahan.
Aksi unjuk rasa yang didominasi oleh mahasiswa itu membuat masyarakat terenyuh dan ikut bergabung.
"Saya tidak bisa membiarkan para mahasiswa bertarung sendirian," kata Phat yang ikut melakukan aksi untuk pertama kali di Monumen Kemenangan Bangkok.
Unjuk rasa bukan hanya dilakukan di ibukota Bangkok, namun ada di setidaknya 19 provinsi lain, termasuk Nonthaburi, Chonburi, dan Khon Kaen.
Khusus di Monumen Kemenangan Bangkok, polisi menyebut ada lebih dari 20 ribu pengunjuk rasa yang melakukan aksi.
"Kami berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan ketertiban. Untuk melakukannya, kami terikat oleh hukum, standar internasional, hak asasi manusia," kata jurubicara polisi Kissana Phathanacharoen dalam konferensi pers.
Aksi unjuk rasa yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga bulan di Thailand dilakukan untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha, amandemen konstitusi, dan reformasi monarki.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: