Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Empat Media Thailand Diselidiki, Pengunjuk Rasa: Pemerintah Rampas Hak Atas Informasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 20 Oktober 2020, 12:43 WIB
Empat Media Thailand Diselidiki, Pengunjuk Rasa: Pemerintah Rampas Hak Atas Informasi
Aksi unjuk rasa di Thailand untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha/Net
rmol news logo Pengumuman investigasi terhadap empat outlet berita oleh polisi membuat publik Thailand menuding pemerintahan Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha telah menyerang kebebasan pers.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Selain membuka investigasi terhadap empat media, pemerintah juga memberlakukan pembatasan pada aplikasi pesan singkat Telegram pada Senin (19/10). Itu dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan aksi protes yang dilakukan selama tiga bulan terakhir.

Alhasil, para pengunjuk rasa kembali turun ke jalan dan membanjiri persimpangan di Bangkok sembari menyerukan agar para demonstran terus menyuarakan tuntutannya.

Mereka menuntut pengunduran diri Prayut, amandemen konstitusi, dan reformasi monarki.

"Tindakan ini merampas hak orang atas informasi," kata seorang pengunjuk rasa, yang hanya ingin disebut sebagai Jin, 19 tahun, seperti dikutip CNA.

Sebelumnya, pada Kamis (15/10), pemerintah juga memberlakukan larangan publikasi berita atau informasi yang dapat mempengaruhi keamanan nasional. Aturan itu diberlakukan bersamaan dengan larangan pertemuan publik lebih dari lima orang.

Menurut dokumen polisi tertanggal 16 Oktober, investigasi telah diperintahkan terhadap konten dari empat media serta halaman Facebook dari sebuah kelompok pengunjuk rasa bernama Pemuda Bebas

"Beberapa konten dapat menyebabkan kebingungan dan memicu keresahan masyarakat," ujar jurubicara kepolisian, Kissana Phathanacharoen.

Sementara itu, jurubicara kementerian digital, Putchapong Nodthaisong, mengatakan pihaknya telah meminta pengadilan untuk memerintahkan lebih dari 300 ribu konten yang dianggap melanggar UU untuk dihapus.

The Manushya Foundation, sebuah kelompok independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media yang bebas.

"Karena pelarangan unjuk rasa tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan untuk mengatakan kebenaran. Kami mendesak media bebas untuk melawan," kata direkturnya, Emilie Palamy Pradichit. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.